Jumat, 20 April 2012

ANALISIS ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH SUSAN DALAM NOVEL “SIKLUS” KARYA MOHAMMAD DIPONEGORO

 By: 
Hikmah Oky Pravitasari
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TAHUN 2012


BAB II
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Karya sastra, sebagai salah satu bentuk karya seni, merupakan cermin dari masyarakat tempat karya sastra tersebut dilahirkan. Dalam ungkapan Abrams (1976: 31) “art is like a mirror”, menunjukkan pernyataan itu. Karya sastra merupakan imitasi dari universe atau semesta, yang dalam pengertian kritik sastra Marxis sering disebut dengan istilah refleksi masyarakat (Abrams, 1981: 178-179).
      Wellek dan Austin dalam Nurgiantoro (1995:3) menyebutkan bahwa sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni dan objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya. Oleh karena itu karya sastra adalah salah satu karya seni karena karya sastra dengan leluasa mengungkapkan dan mengekspresikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi manusia demi penyempurnaan kehidupan manusia. Karya sastra memilki beberapa klasifikasi, jenis atau genre, yang meliputi prosa, puisi dan drama. Prosa terdiri atas novel, cerpen, roman dan sebagainya. Nurgiantoro (1998:11) mengungkapkan bahwa novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks. Sejalan dengan hal tersebut Henry Guntur (1993:164) menjelaskan bahwa novel merupakan suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan yang nyata dalam suatu alur atau keadaan.
       Karya sastra sebenarnya tidak dapat dilepaskan sama sekali dari pengarangnya, sebab di antara keduanya terdapat “hubungan kausalitas” (Aminuddin, 1990:93), yakni sebagai hasil kreativitas pengarangnya, karya sastra tidak akan mungkin lahir tanpa ada penulis sebagai penuturnya. Sebagai manusia yang hidup dan berinteraksi dengan sesamanya, sang pengarang dengan bermodalkan kepekaan jiwa yang dalam senantiasa mencecap melalui pengamatan dan penghayatan terhadap masalah kemanusian dan kehidupan ini. Kemampuan menangkap gejala-gejala kejiwaan dari orang lain, oleh pengarang kemudian diolah dan diendapkan serta diekspresikan dalam proses kreatif cipta sastra sehingga lahirlah karya sastra sebagai buah kontemplatif sang pengarang. Dengan demikian, pengalaman kejiwaan yang semula mengendap dalam jiwa pengarang telah beralih menjadi suatu master piece cipta sastra yang terproyeksikan lewat ciri-ciri kejiwaan para tokoh imajinernya. Tokoh dalam “dunia baru”, dunia rekaan sang pengarang.
       Sastra sebagai “gejala-kejiwaan” yang di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang menampak lewat perilaku tokoh-tokohnya, dengan demikian karya sastra (teks sastra) dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi Roekhan (dalam Aminuddin, 1990:93). Sesuai perkembangannya, pendekatan tekstual dalam psikologi sastra dewasa ini tidak hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam. Tetapi juga memungkinkan dilakukan dengan pendekatan psikologi yang lain seperti pendekatan behavioral yang berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada, termasuk rentetan peristiwa yang membentuknya. Pendekatan psikologi behavioral ini mengabaikan anggapan psikologi kognitif yang beranggapan bahwa faktor pembawaan sejak lahirlah yang membentuk kepribadian manusia.
Kompleksitas unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, hal ini menuntut kepada kita berkaitan kajian sastra agar memiliki suatu kepekaan emosi atau perasaan dalam menikmati unsur-unsur keindahan cipta sastra; wawasan pengetahuan dan pengalaman yang luas terhadap masalah kehidupan dan kemanusiaan baik lewat penghayatan secara intensif-kontemplatif maupun dengan membaca berbagai literatur humanitas; pemahaman terhadap aspek kebahasaan; serta pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan telaah teori sastra.
        Jika Horace (Depdiknas, 2005ca:79) menganggap sastra adalah dulce et utile, menyenangkan dan berguna karena dari pernyataannya tersirat makna bahwa sastra bisa berfungsi sebagai sarana “rekreatif” dan untuk pengajaran moral kepada manusia; apalagi juga ditegaskan oleh Jakob Sumardjo dan Saini K.M. bahwa dengan terlibatnya manusia ke dalam karya sastra dapat menolong seseorang menjadi mansia yang berbudaya (cultured man), yakni manusia yang responsif terhadap hal-hal yang luhur dalam hidup ini serta senantiasa mencari nilai-nilai kebenaran; maka berangkat dari upaya menangkap salah satu unsur dalam kandungan karya sastra yaitu lewat telaah tokoh dan penokohan tekstual sastra dengan pendekatan psikologi behavioral inilah dilakukan penelitian yang diberi judul  Analisis Aspek Psikologi Tokoh Susan dalam Novel “SIKLUS” Karya Mohammad Diponegoro.
Tidak semua unsur yang terkandung dalam suatu karya sastra, bisa secara tuntas diapresiasi dalam waktu yang relatif terbatas. Oleh sebab itu, bertolak dari pendapat Aminuddin (2004:45) yang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan apresiasi sastra melalui kegiatan analisis, tidak harus meliputi keseluruhan aspek yang terkandung dalam suatu cipta sastra, melainkan bisa membatasi diri pada analisis struktur, diksi, gaya bahasa, atau mungkin analisis unsur kebahasaan seperti dilaksanakan dalam pendekatan linguistik atau text grammar; maka peneliti membatasi pada masalah Analisis Aspek Psikologis tokoh Susan pada Novel ”SIKLUS” karya Mohamad Diponegoro.

B.      Rumusan masalah
Rumusan Masalah pasti selalu ada dalam setiap penelitian atau kegiatan. Hal ini bertujuan agar pembicaraan yang dilakukan dapat mencapai sasaran. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. bagaimanakah kondisi aspek psikologis tokoh Susan dan Amir pada novel siklus?
C.        Tujuan Makalah
  1. Mendeskripsikan Bagaimana aspek psikologis tokoh Susan dan Amir pada novel siklus?
D.       Manfaat
Hasil makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
1.    Manfaat Teorotis
      Makalah ini diharapkan memberi sumbangan bagi peminat karya sastra
2.    Manfaat Praktis
     Secara praktis makalah ini memberikan manfaat sebagai berikut:
a.     Meningkatkan minat baca peminat sastra
b.    Meningkatkan daya kepekaan terhadap karya sastra
c.     Mendapatkan tambahan informasi





BAB II
KAJIAN TEORI
        Pada prinsipnya penelitian tentang Analisis Aspek Psikologis Tokoh Susan dalam novel “Siklus” karya Mohammad Diponegoro ini memanfaatkan kajian interdisipliner, artinya penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan ilmu terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi (2) tinjauan terhadap psikologi sastra (3) tinjauan terhadap psikologi sastra, (3) tinjauan terhadap penokohan dalam novel.
A.        Pengertian Prosa Fiksi
        Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan (3) lakuan atau action (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa bentuk-bentuk karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
        Semua karya sastra termasuk novel, mempunyai dua unsur yang membangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana, dan amanat. Adapun unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur ekstrinsik meliputi : biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin, 2004:34).
B.        Pengertian Novel
Novel adalah sebuah cerita prosa fiksi karya pengarang yang tercipta dengan dilandasi berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam imajinasinya; dan dihadirkan dalam bentuk paparan cerita yang panjang mengenai kehidupan manusia. Pengertian novel bila ditinjau secara harafiah, istilah novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “barang baru yang kecil”. Novel adalah karya sastra fiksi yang panjangnya sekitar 200 halaman (Depdiknas, 2005:107; abdul Rani, 2004:85). Abdul Rani (2004:85) mengartikan novel sebagai karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa tokoh.
        Mengutip pendapat Mochtar Lubis, Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Prinsip-Prinsip Dasar Sastra (1985:165-166) menyebutkan bahwa pemilahan jenis novel/roman berdasarkan bentuk dan genrenya dibedakan menjadi novel : (1) avontur, (2) psikologis, (3) detektif, (4) sosial, (5) politik, dan (6) kolektif.
        Berdasarkan segmen konsumen pembacanya, terdapat jenis novel remaja yang menurut Nurgiantoro (dalam Depdiknas, 2005:108) adalah novel populer yakni novel yang massa pembacanya sangat banyak khususnya di kalangan remaja. Novel remaja (populer) menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman walaupun hanya sesaat/temporer atau sementara/artifisial serta tidak menggambarkan kehidupan secara intens tentang pemahaman hakikat kehidupan.
Sebagai salah satu genre sastra, novel serta karya fiksi lainnya seperti cerpen, novelet, dan roman mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin, 2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan penokohan, latar/setting, alur atau plot, sudut penceritaan/sudut pandang, gaya, tema, dan amanat.
C.        Psikologi Karya Sastra
        Psikologi sastra adalah suatu kajian yang bersifat tekstual terhadap aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra. Sebagaimana wawasan yang telah lama menjadi pegangan umum dalam dunia sastra, psikologi sastra juga memandang bahwa sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk kepentingan estetis. Karya sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi Roekhan (dalam Aminuddin, 1990:88-91).
        Psikologi sastra merupakan gabungan dari teori psikologi dengan teori sastra. Sastra sebagai “gejala kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang nampak lewat perilaku tokoh-tokohnya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi. Antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional, demikian menurut Darmanto Yatman (Aminuddin, 1990:93). Pengarang dan piskolog kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Keduanya mampu menangkap kejiwaan manusia secara mendalam. Perbedaannya, jika pengarang mengungkapkan temuannya dalam bentuk karya sestra, sedangkan psikolog sesuai keahliannya mengemukakan dalam bentuk formula teori-teori psikologi.
        Karya sastra yang merupakan dunia baru hasil ciptaan pengarang. Secara sadar atau tidak sadar pengarang sebagai seorang manusia telah memasukkan aspek-aspek kehidupan manusia di dalam karyanya (sastra). Disinilah yang menjadi letak kajian psikologi, yaitu aspek-aspek manusia yang diciptakan dalam karya sastra (tokoh-tokoh dalam karya sastra) yang memiliki aspek-aspek kejiwaan. Dalam memahami psikologi sastra, kita dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaaan pengarang sebagai penulis; b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksi dalam karya sastra; c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca.
      Hal sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Freud, bahwa Psikologi adalah semua gejala yang bersifat mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadarnan. Lebih lanjut Freud membagi teori kepribadian menjadi tiga, yaitu Id (Es), Ego (Ich), dan Super Ego (Uber ich). Id merupakan dorongan biologis dan berada dalam ketidaksadaran. Id beroperasi menurut prinsip kenikmatan (Pleasure principle) dan mencari kepuasan segera. Ego adalah pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle) yang memuaskan dorongan id menurut cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Adapun superego yang terbentuk melalui proses identifikasi dalam pertengahan masa kanak-kanak, merupakan bagian dari nilai-nilai moral dan beroperasi menurut prinsip moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan nilai baik-buruk, salah-benar, boleh tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan Ego yaitu Id. Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawah sejak lahir. Dari id ini kemudian muncul ego dan superego (Freud, 2004: 19)
D.       Tokoh dalam Karya Sastra
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelakunya, pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehinggga terjalin suatu cerita disebut dengan tokoh (Aminuddin, 2004:79). Kusdiratin (dalam Depdiknas, 2005:57) mengatakan bahwa tokoh dalam karya fiksi selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemerian watak pada tokoh suatu karya sastra oleh pengarang disebut perwatakan. Tokoh merupakan bagian dari keutuhan artistik karya sastra yang selalu menunjang keutuhan artistik itu. Tokoh dalam karya sastra dapat digolongkan menjadi lima, yaitu (1) tokoh utama dan tokoh pembantu, (2) tokoh bulat dan tokoh datar, (3) tokoh protagonis dan tokoh antagonis, (4) tokoh sentral dan tokoh bawahan, dan (5) tokoh dinamis dan tokoh statis (Aminuddin,2004:80).
        Penokohan dalam karya sastra adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku dalam karya fiksinya. Boulton dalam (Aminuddin, 2004:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh dalam karya fiksi dapat bermacam-macam, seperti tokoh pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang gigih dalam perjuangan hidupnya, pelaku yang selalu bersikap realistis, pelaku yang egois. Para pelaku bisa berupa manusia atau tokohmakhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya perilaku binatang.



















BAB III
PEMBAHASAN
         Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa psikologi sastra juga memandang sastra sebagai hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, diabdikan untuk kepentingan estetis, di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi. Fenomena kejiwaan sebagai proyeksi pemikiran pengarang nampak lewat perilaku tokoh-tokoh ceritanya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi.
          Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
1.  Id
         Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
        Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.


2.   Ego
       Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
        Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
3.   Superego
        Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego, Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi. Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
Interaksi dari Id, Ego dan superego
       Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
A.Deskripsi Temuan Kondisi aspek Psikologis tokoh Susan dalam Novel “Siklus” karya Mohammad Diponegoro
       Dalam novel ini dijelaskan bahwa  tokoh Susan adalah seorang istri John Fletcher yaitu seorang antropolog kebangsaan Amerika. Pada awal-awal pernikahan mereka terlihat baik-baik saja. Tetapi John fletcher sangat gila jika sudah berhadapan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Susan istrinya merasa kurang perhatian dan kurang akan kebutuhan batiniahnya akibat sepeninggal John meneliti peninggalan-peninggalan antropolog, karena Susan tidak menyukai hal-hal yang berbau antropolog. Sehingga Susan melampiaskan kebutuhan seksualnya dengan banyak pria dari bangsa eropa, china bahkan sahabat suaminya sendiri yang berkebangsaan Indonesia bernama Amir. Dia menjalin hubungan dengan Amir tanpa sepengetahuan suaminya.
Index Penokohan pada Tokoh Susan
1) cantik, wangi, dan lenjeh.
2) istri John Fletcher, gundik Amir, dan pernah pula menjadi gundik Ching.
3) usia sekitar 30 tahun.
4) orang Amerika.
5) suka bertualang seks.
6) tersiksa akibat terabaikan suami.
7) percaya pada tahyul.
8) suka menyesal.
9) tidak memperoleh kepuasan seksual dari suaminya.
10) menyadari dirinya sebagai wanita lacur.
11) tidur bersama sejumlah lelaki: di Amerika, di Eropa, di Afrika, di Indonesia, di Cina.
Dijelaskan bahwa pengaruh Id dan Ego pada diri Susan terlihat pada hubungannya dengan Amir. Susan tahu bahwa Amir adalah sahabat suaminya. Dusamping hal tersebut, terdapat sejumlah peristiwa yang isinya sama, yakni peristiwa 018.9 = 050.1 = 050.2 = 065.6 = 088.1-5 =142.3-4. Semua peristiwa tersebut sama isinya, yakni menceritakan hubungan seksual antara Amir dan Susan tatkala John Fletcher sedang tidak di rumah. Peristiwa-peristiwa itu isinya sama pula dengan dua buah peristiwa “pokok”, yakni peristiwa 111 dan 112 tentang persetubuhan antara Amir dan Susan. Kalaupun akan dicari perbedaannya, terutama terkait dengan teknik penceritaan dan latar (informasi tempat). Peristiwa-peristiwa sorot balik yang sama isinya diceritakan dengan teknik “kenangan tokoh” dan latarnya Jakarta, sedangkan peristiwa “pokok” dan latarnya adalah rumah Lily (kawan Susan) di Taipeh. Hal ini menandakan bahwa Susan lebih mementingkan kebutuhan seksual pribadi tanpa mempedulikan suaminya. Karena dia merasa kurang perhatian dari suaminya. Dan dia menyadari bahwa dirinya adalah wanita lacur, sehingga dirinya merasa pantas jika menjalin hubungan dengan banyak lelaki dari Eropa, Afrika, Amerika, china bahkan Indonesia.
        Sebagai seorang antropolog, peneliti, dan kolektor, John Fletcher sering tenggelam dalam pekerjaannya, sehingga Susan istrinya sering terabaikan. Hal ini membuat keluarga/rumah tangga mereka terancam perceraian, terjadi keretakan hubungan suami-istri (110.2). Id dan Ego saling mempengaruhi tingkat psikologis Susan dalam hal ini.
        Hubungan Amir dengan Susan Fletcher dan John Fletcher terputus ketika keluarga itu meninggalkan Indonesia (018.1-10 – 050.1 – 058.1-2 – 065.6 – 069.2 – 088.1-5 – 142.2-4). Di sela-sela kesibukan John Fletcher dengan penelitiannya terhadap siklus kalung, hal ini  membuat susan mengutamakan egonya untuk berselingkuh dengan orang lain. Susan kembali terlibat skandal seks dengan Amir karena hubungannya dengan Ching sudah renggang (075 – 077 – 082 – 095 – 096 – 109 – 110.1 – 110.4-6 – 111 – 112).
Kritik sastra
Informasi tempat novel ini menunjukkan – secara garis besar dan dilihat dari seginya yang foregrounded ‘terkedepankan’ – kesamaan dalam hal-hal tertentu. Penunjukan tempat seperti Jakarta, Taipeh, bar & restaurant, hotel, dan sebagainya merupakan suatu indikasi hidup dan kehidupan modern. Akan tetapi, di balik itu, tokoh-tokoh yang terlibat menunjukkan hal yang paradoksal. Amir adalah tokoh yang “merasa” modern dengan sikap anarkhinya terhadap cinta, wanita, dan seks, sementara sifat-sifat itu merupakan “gincu” akibat kegagalannya dalam berumah tangga. Demikian pula halnya dengan Susan. Sementara John Fletcher sebagai seorang ilmuan sejati, bangsa barat (Amerika), malah masih mempercayai hal-hal yang bersifat tahyul dan mistik. Pada konteks ini, sikap-sikap yang ditunjukkan oleh Leong Kum Choon dan Darsono yang memegang teguh pada agama dan juga ilmu pengetahuan, dan sekaligus norma-norma kehidupan yang diyakini, merupakan sikap yang menjadi mediasi antara sifat dan sikap yang paradoksal yang tampak dalam sosok Amir dan Susan di satu pihak, dan john Fletcher di pihak yang lain. Dengan demikian, Taipeh sebagai latar tempat novel ini dapat dianggap sebagai simpang jalanantara Timur dan barat, antara yang tradisional dan yang modern. Dengan demikian, dari sisi ini pula Siklus menunjukkan adanya koherensi.
        Demikian pula halnya dengan tokoh utama yang lain, John Fletcher dan Susan Fletcher. Peristiwa-peristiwa yang dijalaninya menunjuk pada perputaran, pada siklus tertentu. Akan tetapi, di atas itu semua masih ada saja terdapat hal-hal yang berada di luar perhitungan. John Fletcher sama sekali tak menduga bahwa istrinya, Susan, akan memiliki niat untuk mengurungkan perceraian dan kembali baik-baik padanya. Demikian pula dengan Amir. Ia sama sekali tidak menduga bahwa pada akhirnya Susan pun akan mengecewakannya. Bahkan, John Fletcher pun tidak memperhitungkan bahwa kematiannya akan datang begitu cepat dan tiba-tiba; Amir juga tidak memperhitungkan bahwa dirinya pada akhirnya disakiti dan disiksa oleh lelaki yang ternyata suami seorang gadis yang pernah diganggunya.
         Tokoh Susan disini mengalami perubahan besar yaitu ingin kembali ke suaminy lagi dn mengurungkan niatnya berecrai dengan suaminya john Fletcher, setelah petualangan seksnya dengan pria-pria dari mancanegara. Tetapi disaat Susan ingin kembali ke suaminya, John sedang meneliti kalung yang dibeli dari Amir dan akhirnya John meninggal. Kemudian Amir meninggalkan Susan ke Jakarta. Novel ini sarat akan nilai-nilai tokoh yang berkebalikan. Yaitu tokoh Susan sama dengan tokoh Amir yang suka berpetualang cinta, sedangkan suaminya cenderung lebih bijak.
        Tokoh Susan cenderung mementingkan egonya, Susan tidak pernah mengerti dengan pekerjaan suaminya, selain itu Susan Fletcher tidak berminat sama sekali dengan pekerjaan suaminya sebagai antropolog. Sehingga perhatian suaminya John Fltecher berkurang terhadap Susan, Susan akhirnya frustasi dengan kegilaan kerja suaminya. Susan akhirnya memilih berselingkuh dengan pria-pria dari berbagai negara Eropa, Afrika, Amerika, china bahkan dengan sahabat suaminya sendiri yang bernama Amir. Susan juga mempunyai kesimpangan seksual dan Susanpun menganggap dirinya lacur, tetapi di akhir cerita tokoh Susan akhirnya sadar disaat John Fletcher suaminya sedang gila-gilanya meneliti kalung yang telah dibelinya dari Amir. Tetapi disaat Susan ingin menyatakan bahwa dia ingin kembali ke pelukan John, John mendadak meninggal akibat kutukan kalung tersebut. Karya sastra novel berjudul Siklus ini lebih mendominasikan karakter tokoh- tokohnya. Tokoh Amir dan Susan cenderung memiliki karakter yang mirip, karena susan adalah seorang wanita petualang cinta dan seks, demikian juga dengan Amir yang tidak menikah disebabkan oleh istrinya lari dengan perempuan lain, sehingga dia ingin balas dendam terhadap wanita-wanita yang ditemuinya dan mementingkan egonya saja. Tokoh John Fletcher cenderung lebih stabil dan bijaksana, tetapi jika dihadapkan dengan dunia antropolog, John sudah mengesampingkan kepentingan pribadinya, hal inilah yang menyebabkan perilaku Susan yang cenderung menyimpang.
     
SINOPSIS NOVEL
Amir dikirim oleh Indonesia untuk menghadiri acara kebudayaan Internasional di Taipeh. Dalam acara itu, Amir yang tidak lain adalah seorang penjahat penting di Depanteman Pendidikan dan KebudayaanIndonesia itu, bertemu dengan John. Dia adalah seorang antropolog kebangsaan Amerika. Mereka berdua sudah menjadi teman yang akrab. Mereka pernah berteman lama sesama John  di Jakarta beberapa tahun sebelumnya.
Sewaktu mengkontrol dengan Amir itu, John tiba-tiba kaget pada kalung yang dikenakan Amir. John langsung menanyakan darimana Amir  mendapatkan kalung tersebut. Amir kemudian menceritakan dari mana kalung itu dia peroleh yaitu dari teman lama seperjuangananya. Kejadiannya kira-kira hampir seperempat abad yang lalu. Semasa masih menjadi revolusi fisik di Indonesia dulu. Waktu itu Busroddin, teman sepejuanganya itu mencoba menolong Amir yang terkena peluru senapan musuh. Namun sebelum Busroddin menolong Amir, tiba-tiba sebuah peluru meluncur menembus badan Busroddin yang sedang membungkuk di atas  tubuh Amir yang sednag terluka. Waktu itu Amin sengaja memagang  kalung misteri yang berada dileher Busroddin. Busroddin waktu itu langsung terkapar dan tak pernah bangkit kembali. Nah kalung yang tanpa sengaja dipegangnya itu, diambilnya dan disimpanya baik-baik untuk mengenang temannya itu. Dan Busroddin itu sendiri memperolehnya konon dari seorang tentara Gurkha  yang mati terbunuh  di Surabaya beberapa puluh tahuna yang lalu.
Setelah mendengar cerita Amir itu, John langsung menerangkan  kepada Amir apa dan abagaimana kalung itu sebenarnya. Untuk lebih memprkuat penjelasanya, John menyerahkan sebuah buku tentang voodoo  pada Amir. Berdasarkan penjelasan John dari buku yang telah dia baca itu. Amir baru tahu  bahwa kalung itu termasuk kalung yangpenuh misteri. Kalung yang dibuat oleh seorang dukun voodoo Afrika itu ternyata  termasuk salah satu kalung yang sangat berbahaya. Kalung itu dibuat oleh dukun untuk mengutuk suatu keluarga secara turun temurun. Dan bagi siapa saja yang menimpan atau memiliki kalung itu, maka si pemiliknya akan mendapatkan  malapetaka.
Sebagai seorang antropolog, John meninggalkan Susan, istrinya, sendirian di rumah. Isstrinya sering merasa kesepian dan dia juga menjalin hubungan gelap dengan Amir. John sering keliling dunia  mengejar barang –barang pusaka  yang sedang dia teliti. Itulah sebabnya, karena sering ditinggalkan suaminya, dia juga mengadakan hubungan gelap dengan Ching. Ching adalah seorang kongklomerat Taiwan yang wajahnya mirip dengan Amir.
Hubungan gelap antara Ching dan Susan ini sudah diketahui oleh John. Naumn John tidak bisa berbuat apa-apa, sebab masalah itu timbul bagaimanapun adalah karena dia sering berpergian. Hubungan sama istrinya  sebenarnya belum pernah harmonis. Maknya, ketika John melihat kalung yang tadinya diletakan telentang, tiba-tiba menelungkup, John langsung mengira bahwa istrinya sudah mulai  senang dan memperhatikan dirinya.
Untuk itu, karena saking gembira, John langsung mencari istrinya sambil membawa kalung yang bergambar hantu bengis itu. Susan istrinya itu kebetulan sedang berada dilantai atas. Dan John pun langsung menuju ke lantai atas dengan tergesa-gesa. Namun sialnya, karena terlalu tergesa-gesa, John terpeleset dari lantai atas. John jatuh terguling sampai ke bawah. John langsung tidak sadarkan diri untuk selama-lamanya. Kalung yang masih tergenggam erat ditanganya itu  menyeringai mengerikan.
Mendengar sahabatnya, John, meninggal dunia Amir langsung  menuju Nebraskha untuk melayat. Dari Susan, istri John itu, Amir mendengar cerita semuanya perihal  kematian John. Juga Susan menceritakan  bagaimana kalung  misteri bergambar hantu bengis itu tanpak menyeriangi garang. Amir mengambil kalung itu  dan membaca tulisan yang ada dibalik kalung. Di situ  tertulis tanggal 16 Juli, hari kamis. Itu adalah tanggal dan hari kematian Busroddin dua puluh empat tahun  yang lalu. Dan ternyata tepat pula dengan hari dan tanggal kematian John Flitcher!.
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa novel ini mengungkapkan makna bahwa “bagaimanapun manusia memperhitungkan kehidupannya, akhirnya nasib atau takdir-lah yang menentukannya”. Artinya, bahwa betapapun manusia merasa dirinya modern dan mengabaikan hal-hal yang berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kutipan berikut ini lebih menjelaskan makna keseluruhan novel Siklus.
Karya sastra novel berjudul Siklus ini lebih mendominasikan karakter tokoh- tokohnya. Tokoh Amir dan Susan cenderung memiliki karakter yang mirip, karena susan adalah seorang wanita petualang cinta dan seks, demikian juga dengan Amir yang tidak menikah disebabkan oleh istrinya lari dengan perempuan lain, sehingga dia ingin balas dendam terhadap wanita-wanita yang ditemuinya dan mementingkan egonya saja. Tokoh John Fletcher cenderung lebih stabil dan bijaksana, tetapi jika dihadapkan dengan dunia antropolog, John sudah mengesampingkan kepentingan pribadinya, hal inilah yang menyebabkan perilaku Susan yang cenderung menyimpang.

DAFTAR PUSTAKA

Najid, M. 2009. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Press.

Nurgiyantoro, B. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres
Pradopo, Rahmat Djoko. 2003. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


1 komentar: