KAJIAN SASTRA
KONFLIK
EKSTERNAL ANTARA TOKOH KAKEK DAN NENEK DALAM NASKAH DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C. NOER
Kelompok 4
1.
Alfanita
Zuraida
2.
Lailatul
Rofi’ah K.W.
3.
Hikmah Oky
Pravitasari
4.
Inna Hamida Z
PROGRAM
KEPENDIDIKAN
DENGAN
KEWENANGAN TAMBAHAN (KKT)
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2012
KONFLIK
EKSTERNAL ANTARA TOKOH KAKEK DAN NENEK DALAM NASKAH DRAMA “PADA SUATU HARI”
KARYA ARIFIN C.NOER
A.
Pengantar
“Konflik dalam
sifat manusia merupakan sumber pokok dari drama”
-Brander Matthews-
Kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang
berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Ada beberapa
pengertian yang dirumuskan oleh banyak ahli di bidang drama. Menurut
Aristoteles, drama adalah tiruan (imitasi) dari action. Menurut
Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented
action). Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak
manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah
kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut
Dietrich, drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang
diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan action pada pentas di
hadapan penonton (audience). Sedangkan Nadjid (2009:18) mendefinisikan
drama sebagai karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh.
Dalam artikel ini, drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan
dalam dialog dan lakuan tokoh berisi konflik manusia.
Drama merupakan cerita tentang konflik manusia. Kita tidak
bisa memahami sebuah drama sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana
konflik manusia. Drama dirancang untuk penonton dan bergantung pada komunikasi
lakon-lakon dalam drama itu sendiri. Jika drama tidak komunikatif, maksud
pengarang, pembangun respon emosional tidak akan sampai (Dietrich, 1953:4). Nadjid
(2009:18) menyatakan bahwa drama mempunya dua kekhasan yaitu sebagai naskah dan
untuk dipentaskan. Artikel ini akan membahas drama sebagai naskah, bukan untuk
dipentaskan. Dalam mempelajari naskah drama dilakukan dengan cara mempelajari
dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat, atau pernyataan tertentu yang
dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya.
Dalam
sejarah
perkembangannya, drama di Indonesia
dibagi atas lima periode yaitu periode drama Melayu-Rendah, periode drama
Pujangga Baru, periode drama Zaman Jepang, periode drama sesudah kemerdekaan
dan periode drama mutakhir. Dalam Periode Melayu-Rendah, penulis lakonnya
didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama
Pujangga Baru lahirlah “Bebasari” karya Roestam Effendi
sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia.
Dalam Periode Drama Zaman Jepang, setiap pementasan drama
harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan.
Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di
pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Pada Periode Drama Sesudah
Kemerdekaan, naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah
lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya
Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik
adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra. Pada Periode Mutakhir, peran Taman
Ismail Marzuki (TIM) dan Dewan Kesenia Jakarta (DKJ) menjadi sangat menonjol
karena terjadi pembaharuan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak
memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya,
dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain
Rendra, Putu Wijaya, Riantiarno, dan Arifin C. Noer.
Salah
satu penulis lakon drama periode mutakhir adalah Arifin C. Noer. Arifin C. Noer
merupakan penulis naskah drama juga sutradara yang
beberapa kali memenangkan Piala
Citra
untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Naskah karyanya, Lampu
Neon atau Nenek Tercinta, telah memenangkan sayembara Teater Muslim tahun1987. Saat berkuliah di Universitas Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater Muslim
yang dipimpin Mohammad Diponegoro. Ia kemudian hijrah ke Jakarta dan mendirikan
Teater Kecil pada tahun 1968. Naskah lakon Kapai-Kapai yang ditulis tahun 1970, terpilih
sebagai salah satu karya dalam antologi seratus tahun drama Indonesia yang
diterbitkan Yayasan
Lontar,
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan
judul Moths. Selain Kapai-kapai,
ada beberapa naskah drama yang ditulis pria kelahiran cirebon ini antara lain Kisah Cinta, Matahari di Sebuah Jalan Kecil,
dan Pada suatu hari. Pada suatu hari inilah naskah yang akan
dibahas dalam artikel ini.
Pada Suatu Hari
menceritakan tentang dua orang Kakek dan Nenek yang hidup bahagia di sebuah
rumah dengan hanya ditemani Joni, pembantu mereka. Dua anaknya, Novia dan Nita
telah berumah tangga dan hidup terpisah dengan mereka. Suatu hari tokoh Nenek
marah pada tokoh Kakek karena seorang janda bernama Nyonya Wenas yang ternyata
adalah mantan pacar tokoh Kakek. Saat Nyonya Wenas datang, tokoh Joni membuat
minuman kesukaan Nyonya Wenas dan mengatakan bahwa tokoh Kakeklah yang telah
menceritakan berbagai kesukaan Nyonya Wenas pada tokoh Joni. Melihat dan
mendengar hal ini, tokoh Nenek pun marah pada tokoh Kakek. Klimaks konflik ini
terjadi ketika Nenek tidak mau menerima penjelasan Kakek tentang hubungannya dengan
Nyonya Wenas. Kakek menjelaskan bahwa antara dirinya dengan Nyonya Wenas sudah
tidak pernah terjadi apa-apa lagi. Akhirnya, tokoh Nenek ingin bercerai dengan
tokoh Kakek.
Penulis
memilih drama ini karena konflik dalam drama ini menarik. Konflik rumah tangga
ini bukan terjadi pada pasangan yang baru menikah atau menikah selama beberapa
tahun, namun ini terjadi pada pasangan yang sudah berusia lanjut dan telah
menikah selama 50 tahun. Konflik dalam drama ini juga terlihat lebih hidup
karena adanya tokoh Nyonya Wenas yang merupakan pacar Tokoh Kakek pada saat
muda.
B.
Konflik dalam
Drama
Meredith (Nurgiyantoro, 2007:122) menyatakan
bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang terjadi dan atau
dialami tokoh-tokoh dalam cerita. Yang jika (tokoh-tokoh) itu memiliki
kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimba
dirinya. Wellek dan Warren (Nurgiyantoro, 2007:122) menjelaskan bahwa konflik
adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Konflik artinya dengan
demikian, dalam pandangan kehidupan yang normal wajar faktual artinya bukan
dalam cerita artinya bukan sesuatu yang menyenangkan (Nurgiyantoro, 2007:122).
Jadi konflik adalah pertentangan yang yang terjadi antara tokoh dengan dirinya
sendiri, tokoh dengan orang lain, dan tokoh dengan lingkungannya yang
sifatnya tidak menyenangkan.
Nurgiyantoro (2007:123) menyatakan bahwa
peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan
terjadinya satu dengan yang lain. Bahkan, konflik pun hakikatnya peristiwa. Ada
peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Sebaliknya,
karena terjadinya konflik, peristiwa-peristiwa lain dapat bermunculan sebagai
akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi peristiwa akan
menyebabkan konflik semakin meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing
sampai pada titik puncak disebut klimaks.
Dalam pembagiannya, Staton (Nurgiyantoro,
2007:124) membagi konflik menjadi dua yaitu konflik eksternak dan konflik internal.
Penjelasannyasebagai berikut
1.
Konflik eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara
seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan
lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi
dua yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang
yang terjadi antara perbenturan tokoh dengan lingkungan alam sedangkan konflik
sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia, atau
masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
2.
Konflik Internal
Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati,
jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang
dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri.
Drama
dibangun dari konflik, karakter manusia adalah bahan dasarnya. Drama adalah
cerita tentang tokoh manusia dalam konflik. Pertunjukan yang dramatis harus
menggambarkan kehidupan dari tokoh-tokohnya (Dietrich,1953:25). Tidak ada drama tanpa
pelaku, bagaimanapun bentuk dan jenis drama tersebut. Secara umum dapat
dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam karya sastra selalu
diemban atau terjadi atas diri tokoh-tokoh tertentu. Pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut mampu menjalin suatu cerita
yang padu disebut tokoh (Maryaeni, 1992:39). Inti sebuah naskah drama terletak
pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya.
Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakna jika tujuan atau cita-cita yang
ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakukan untuk
memperoleh keinginan atau tujuan hidupnya (Ghazali, 2001:10). Dalam artikel ini, konflik yang akan dibahas adalah
konflik eksternal menurut definisi Staton (Nurgiyantoro, 2007:124).
C.
Konflik
Eksternal antara Tokoh Kakek dan Nenek dalam Lakon Drama “Pada Suatu Hari”
Karya Arifin C.Noer
Menurut Staton (Nurgiyantoro,
2007:124), konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara
seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan
lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi
dua yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang
yang terjadi antara perbenturan tokoh dengan lingkungan alam sedangkan konflik
sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia, atau
masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Dalam konflik
eksternal naskah drama Pada Suatu Hari konflik
eksternal yang paling menonjol adalah konflik yang disebabkan adanya kontak
sosial antarmanusia.
Konflik pertama adalah
konflik ringan yang terjadi saat Nenek dan Kakek bersantai di teras. Konflik
itu terjadi ketika Nenek tidak mau menyanyi untuk Kakek, sehingga Kakek
mengancam dan merajuk. Hal ini dapat dilihat pada dialog nomor 17 sampai 20.
Kakek Kau
kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau menyanyi.
Nenek Sayang, kenapa kau berfikir kesana?
Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.
Sayang , berhenti kau berfikir tentang hal itu.
Kakek Mati
saya tidak bahagia karena kau tidak mau menyanyi. Ini memang salah saya.
Tetapi kalau sejak dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat
memainkan kau, tentu kau bisa memaafkan segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan,
saya kira saya akan menghembuskan nafas saya yang terakhir tatkala kau sedang
menyanyikan sebuah lagu ditelinga saya.
Nenek Sayang saya mohon berhentilah kau
berfikir mengenai hal itu. Demi segala-galanya berhentilah. Tersenyumlah lagi
seperti biasanya.
Konflik kedua yang terjadi
antara Kakek dan Nenek adalah pada saat Nyonya Wenas datang ke rumah Kakek dan Nenek.
Nyonya Wenas adalah mantan kekasih Kakek saat muda dulu. Nenek menuduh Kakek
mengundang mantan kekasihnya pada ulang tahun pernikahan emas mereka tanpa
sepengetahuan Nenek. Hal ini dapat
dilihat pada pada dialog di bagian lima pada nomer 60 -67.
Pesuruh Ada tamu, Nyonya
besar.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, Nyonya.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, Nyonya.
Nenek (Melirik
pada Kakek ) Nyonya janda itu (kepada pesuruh) Sebentar saya ke depan.Pesuruh
exit.
Nenek Kau surati
dia?
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
Konflik ketiga terjadi pada bagian
sepuluh. Disini, terjadi perang bisu antara Kakek dan Nenek. Konflik semakin
meruncing di bagian kesebelas yaitu dibuktikan pada dialog ke 123-121. Kecemburuan
Nenek juga dipicu oleh tanaman kaktus yang dipelihara Kakek karena kaktus
tersebut merupakan tanaman yang disukai oleh Nyonya Wenas. Berikut adalah
dialognya:
SEPULUH Perang bisu meletus antara Kakek dan Nenek.
SEBELAS
Kakek Kenapa kau diam begitu?
Nenek diam saja.
Kakek Kenapa kau begitu diam?
Nenek Kau juga begitu.
Kakek Kenapa?
Nenek Kau juga kenapa?
Kakek Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata
Kakek Kenapa kau diam begitu?
Nenek diam saja.
Kakek Kenapa kau begitu diam?
Nenek Kau juga begitu.
Kakek Kenapa?
Nenek Kau juga kenapa?
Kakek Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata
seru
Nenek Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta
kita dengan kaktus-kaktu pacar kau.
Konflik keempat terjadi
pada bagian kesebelas pada dialog 142-148. Nenek marah kepada Kakek karena
sandiwara Kakek untuk berpura-pura lupa terhadap Nyonya Wenas berlebihan.
Padahal, ketika Kakek bertingkah laku sopan, Nenek juga marah. Sehingga Kakek merasa serba salah
harus bertingkah laku seperti apa.
Nenek Onda, kita baru saja
memesan minuman (menyeret) Tingkahmu berlebihan sehingga memuakkan.
Kakek Kausendiri yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura tidak
kenal kepada Nyonya itu.
Nenek Ya,
tapi kau berlebihan. Kau kurang wajar.
Kakek Susah.
Kalau saya wajar kau marah. Kalau saya berlebihan kau juga marah. Kalau saya
jumput di perpustakaan kau juga marah. Saya tidak tahu bagaimana supaya kau
tidak marah dan saya tidak mau marah agar kau tidak marah.
Nenek Pendeknya berlakulah
sedikit agak sopan.
Kakek Saya
coba.
Nenek Kendorkan
urat wajahmu.
Konflik kelima terjadi pada dialog
nomor 166-170. Konflik ini terjadi ketika Nyonya Wenas memuji kecantikan Nenek.
Nenek pun membalas memuji kecantikan Nyonya Wenas, kemudian Kakek mengiyakan
pujian kecantikan Nyonya Wenas tersebut sehingga Nenek merasa cemburu. Hal ini ditunjukkan
dengan gerakan mata Nenek yang melotot pada Kakek.
Janda Terus
terang saya sangat kagum pada Nyonya. Saya tidak pernah melihat Nyonya
bertambah tua.
Nenek Nyonya berlebihan.
Janda Saya
sungguh-sungguh, Nyonya.
Nenek Kalau begitu saya pun
berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Kakek Memang (Nenek melotot). Maksud saya, maksud
saya ketuaan itu hanya timbul apabila kita merasa tua. Adapun tua itu sendiri
hanya hasil dari suatu penjabaran, hanya sayangnya penjabaran tersebut
dilakukan oleh waktu, sehingga menyebabkan kurang enak kita terima konsekwensinya.
Konflik keenam terjadi ketika Nenek menuduk Kakek telah bersekonggol dengan Joni untuk menghidangkan minuman kesukaan Nyonya Wenas yakni es susu. Kecemburuan ini ditanggapi oleh Kakek dengan tantangan, yakni memanggil Joni sebagai saksi. Bukti konflik ini adalah sebagai berikut;
Nenek Bukan fantastis. Tapi
memang dia tokoh fantasi kau bahkan sampai saat kau tua (Menangis) Sengaja kau
suruh Joni menyiapkan segera minuman kesukaannya begitu dia datang.
Kakek Siapa?
Saya? Menyuruh Joni? Minuman apa?
Nenek Kau menyuruh Joni membuat
es susu begitu Nyonya janda itu datang.
Kakek Tidak.
Saya tidak menyuruh Joni.
Nenek Kau lakukan itu ketika
saya sedang menemui dia tadi ketika kau menyingkir dari dari sini tadi dan
kemudian kau sembunyi ke kamar baca.
Kakek Tidak,
sayang, dari sini tadi saya langsung ke kamar baca dan kemudian saya asyik
membaca mengenai para psikologi. Ketika kau datang tepat saya sampai pada
baris-baris mengenai telepati. Saya ingat betul.
Nenek Kau bohong.
Kakek Kalau tidak percaya kau
boleh memanggil Joni (Berseru) J o n i !
Konflik memuncak atau
menjadi klimaks terjadi ketika Nenek menangis karena sudah tak tahan lagi
dengan kecemburuan yang membakar hatinya. Kakek berusaha membujuk Nenek tapi
tangis Nenek semakin keras. Nenek malah semakin merajuk sampai pada titik puncak
konflik, Nenek bersikeras meminta cerai kepada Kakek pada hari itu juga. Bukti
teks percakapan terdapat pada bagian 13 nomor 232 sampai 275.
TIGA BELAS
S u n y i .
Nenek Berkomplot.
Kakek Tidak
baik mengada-ada.
Nenek Bahkan kau diam-diam
memelihara kaktus dalam kakus.
Kakek Tidak
melulu kaktus tapi beberapa jenis bunga lainnya, juga……
Nenek tiba-tiba menangis sangat
kerasnya.
Kakek Diamlah,
sayang. Kalau kau diam saya akan menyanyi lagi. Diamlah. Saya akan menyanyi dua
buah lagu sekaligus. Sayang diamlah. Lagi jangan terlalu keras kau menangis nanti
kau batuk kalau batuk tenggorokan bisa luka dan suara bisa serak.
Selain itu apa kata anak-anak nanti kalau mereka datang. Sayang. Atau kau mau saya membaca kitab suci? Dongeng? Saya akan membaca bagaimana nabi Nuh melayani singa betina yang bunting, sementara seekor kera sakit enfluensa.
Selain itu apa kata anak-anak nanti kalau mereka datang. Sayang. Atau kau mau saya membaca kitab suci? Dongeng? Saya akan membaca bagaimana nabi Nuh melayani singa betina yang bunting, sementara seekor kera sakit enfluensa.
Nenek Biarpun kau dukung saya
dari sini ke kamar saya tidak akan diam.
Kakek Baiklah,
saya tidak akan berbuat apa-apa tapi kau mau diam.
Nenek Kalau kau tidak berbuat
apa-apa saya akan menangis lebih keras lagi.
Kakek Tuhanku,kepala
saya Cuma satu dan puyeng. Kalau saja saya punya tiga kepala barangkali saya
tahu apa yang harus saya perbuat agar kau diam. Tapi kepala saya Cuma stud an
tangis kau memenuhi kepala saya dengan sejuta lalat hijau. Tuhan-ku.
Nenek Saya akan terus menangis.
Biar geledek menyambar saya tetap menangis.
Kakek Katakan
bidadariku apa yang……..
Nenek Saya bukan bidadari.
Kakek Katakan
malaikat ku.
Nenek Saya bukan malaikat!
Kakek Katakan dewiku………..
Nenek Saya bukan dewi.
Kakek Terserah
siapa kau tapi katakana………..
Nenek Saya istrimu!
Kakek Ya,
katakan istriku apa yang……..
Nenek Saya bukan istrimu!
Kakek Tuhan-ku.
Nenek Kau kejam. Kau bagaikan
patung perunggu dengan hati terbuat dari timah. Kau tidak punya perasaan. Kau
nodai percintaan kita dengan perempuan berhati kaktus. Hatimu ular cobra.
Kejam! Kejam! Tuhan, masukkan dia ke dalam neraka sampai kukunya hangus.
Kakek (Menangis) Doamu jahat.
Nenek Biar
Kakek Kau
ingin saya masuk neraka?
Nenek Bukan. Kerak neraka. Neraka
paling neraka.
Kakek Kau
kejam dank Kau sendiri?
Nenek Ke sorga.
Kakek Kau egoistis.
Nenek Biar.
Kakek Kenapa
kita tidak sama-sama satu tempat?
Nenek Tidak sudi.
Kakek Kau
rupanya ingin kita pisah.
Nenek Ya, saya ingin kita pisah
tapi kau tidak mengerti.
Nenek …..Saya ingin kita
cerai.
Kakek Cerai?
Nenek Ya, cerai. Hari ini juga
kita ke pengadilan. Kita cerai.
Kakek Sayang,
kau harus panjang berfikir untuk sampai ke sana.
Nenek Kalau saya panjang fakir
saya takut kita nanti tidak jadi cerai.
Kakek Tapi
kau harus berfikir…..
Nenek Dalam soal perceraian
tidak perlu fikiran tapi perasaan seperti halnya soal percintaan. Pokoknya kita
harus cerai.
Hari ini juga kita harus selesaikan surat-suratnya.
Hari ini juga kita harus selesaikan surat-suratnya.
Kakek Sekarang
sudah terlalu siang dan saya kira kantor-kantor………
Nenek Kalau kantor-kantor tutup
besokpun jadi, tapi mulai malam ini saya tidak sudi tidur satu kamar bersama
kau.
Kau boleh tidur di kamar baca di ata kitab-kitabmu bersama rayap-rayapnya.
Kau boleh tidur di kamar baca di ata kitab-kitabmu bersama rayap-rayapnya.
Konflik menurun sampai pada tahap penyelesaian adalah ketika Nenek
memutuskan untuk membatalkan meminta
cerai kepada Kakek karena salah seorang dari anak mereka yang bernama Novia
ternyata sedang mengalami pertengkaran rumah tangga dengan suaminya. Novia
meminta cerai kepada suaminya yang berprofesi sebagai seorang dokter karena
kecemburuan kepada pasien wanita suaminya. Sebagai seorang ibu, sang Nenek
terketuk hatinya untuk mengurungkan keinginannya bercerai dengan Kakek karena
sang Nenek ingin memberikan contoh yang baik kepada Novia. Akhirnya Nenek dan
Kakek berbaikan dan rumah tangga anak-anaknyapun terselamatkan dari perceraian.
Bukti teks tercakapan terdapat pada bagian 20 nomor 372 sampai 445 dan 503
sampai 510.
DUA PULUH
Muncul Nenek dan Kakek .
Nenek (Menubruk
Novia sambil menangis) Novia, sayang, kau jangan suka membaca roman-roman
picisan. Kau bisa bayangkan sendiri apa jadinya isi kepalamu dengan roman-roman
seperti itu. Dengan membaca cerita-cerita cengeng seperti itu kau sama dengan
mengisi usus besarmu dengan minuman keras. Sekali-kali tentu kau boleh, tapi
kalau setiap hari kau minum arak sama dengan memperpendek usiamu sendiri.
Nenek ………….Novia, ibu yakin kau telah terpengaruh
roman-roman sampah itu sehingga hidup bagimu tak ubahnya seperti mainan peranan
belaka. Bacalah Romeo Juliet. Bacalah tentang kesetiaan cinta, dan singkirkan
bacaan yang mengajarkan kebencian dan perceraian. Kau kira perceraian itu jalan
cuci?
Kakek Kau kira
kau akan menjadi betina yang jantan kalau kau berhasil bercerai dengan suamimu?
Nenek Jangan kau sangka perasaanmu dan
kecemburuanmu akan menuntun hidupmu kea rah kebahagiaan.
Nita Juga jangan lupakan Meli dan
Feri.
Kakek Hanya
karena soal cemburu, soal-soal roman picisan rumah tangga kau bongkar? Kenapa
tidak kandang ayam saja yang kau bongkar yang sudah jelas sudah tapuh itu?
Nenek Novia, sayang, tidak satupun kebaikan yang
terselip dalam niatmu untuk bercerai dari suamimu. Lagi tidakkah kau dapat
membayangkan kembali kebaikan-kebaikan suamimu seperti katamu dulu, ketika kau
mendesak ibu agar menerima lamaran? (Novia akan bicara) tidak perlu kau bicara
apa-apa.
Kakek Ya,
tidak perlu sebab, kata-kata seru saja yang kau punya sekarang.
Nenek Kau dalam keadaan marah. Dalam keadaan marah
lebih baik orang diam, dan lebih baiklagi kalau kau mau mendengarkan sayan
orang lain.
Kakek Ya, saya
kira begitu. Ibumu sebenarnya juga sedang marah tetapi tak sepatahpun kata kata
yang diucapkan.
Nenek Ban ini, kopor-kopor iniapa perlu
artinya? Main-main kau sudah keterlaluan.
Novia Saya tidak main-main, bu, saya
sungguh-sungguh.
Nenek Lebih jelek lagi (menangis lagi) Tuhanku, apa jadinya nanti kalau kau jadi berpisah
dengan Vita yang dulu kau agung-agungkan? Apa jadinya hidupmu?
Nita Apa jadinya anak-anakmu? Meli dan Feri akan
kehausan cinta sebab mereka tidak akan lengkap menerima keutuhan cinta.
Nenek Fikirkan baik-baik, sayangku. Singkirkan
kegelapan yang dibenihkan setan cemburu.
Kakek Apa
kira surat talak itu cek?
Nenek Tuhanku, limpahilah anak saya dengan cahaya kasih
Mu. Novia, tidakkah kau bisa menimba pelajaran dari pengalaman-pengalaman ibu
dan ayahmu?
Kakek Ayah
dan ibumu berumah tangga selama setengah abad, tanpa sedikitpun membiarkan
setan talak bertelur dalam kamar tidurnya, bahkan tidak dalam dapurnya.
Nenek Kami bagaikan Adam dan Hawa.
Kakek Apa kau
pernah mendengar Hawa minta talak kepada Adam? Berkacalah kepada ibu dan
Ayahmu. Kamilah pasangan abadi dunia dan akhirat.
Nenek Kami bagaikan Sam Pek dan Eng
Tay.
Kakek Pronocitro
dan Roro Mendut.
Nenek Di sahara kami adalah Leila dan
Qais.
Kakek Kau
sendiri tahu betapa setianya Layonsari sampai-sampai ia bunuh diri demi
cintanya kepada Jayaprana.
Nenek Bacalah semua itu, sayang. SEmua
itu pusaka Nenek moyang kita yang manjur.
Kakek Demi
menegakkan tiang-tiang rumah tangga kita, berfikir dengan tenang.
Nita Dan demi kebahagiaan anak kita. Adikku,
kau begitu bahagia dengan Meli dan Feri dan papanya Vita kenapa kau sebodoh itu
mau memuaskan kebahagiaan itu? Tidakkah kau tahu bahwa diam-diam saya sebagai
kakakmu selalu merasa iri karena saya dan suami saya tidak pernah diberkahi
anak?
Nenek Belum. Nita.
Kakek Kau
tidak boleh berkata begitu.
Novia Tapi bu.
Nenek Tidak, jangan bicara.
Kakek Sekarang
kau tidak akan bicara kecualimarah-marah.
Nenek Marah-marah hanya menghasilkan
kerut muka.
Kakek Ibumu
juga tidak suka marah.
Nenek Sekali-kali tentu saja boleh sekedar olah raga
urat muka, tapi kalau terlalu sering bisa membuatpenyakit.
Nita Dan anak-anakmu, Novia, anak-anakmu?
Akan kau biarkan mereka kehausan cinta hanya demi kepuaan amarahmu? Egoistis?
Novia Saya tidak akan bicara apa-apa, saya hanya
akan menjelakan panjang lebar. Duduk perkaranya.
Nenek Bicaralah.
Kakek Apa
persoalannya.
Nita Sudahlah, kita semua sudah
mengerti.
Nenek Biarlah dia jelaskan semua,
Nita.
Kakek Bagaimana
kita bisa mengerti tanpa lebih dulu mendengar penjelasannya?
Novia Vita mau kawin lagi.
Nita Apa kau bilang?
Kakek Dia
bilang apa?
Nenek Apa kau yakin itu kalimatmu? Saya yakin
kalimat itu kau pungut dari salah satu buku picisanmu (berseru) Joni! (tak ada
sahutan)
Nita Bustam !
Novia Memet !
Kakek Joni!
Joni Ya, tuan besar.
Nita Air dingin, Bustam!
Novia Cepat, Met!
Joni Sebentar, nyonya.
Nita Permainanmu terlalu kasar, Novia,
kalau kau teruskan ibu bisa pingsan.
Novia Maksud saya, maksud saya, Vita
serong.
Nenek Dari halaman berapa kau pungut
kalimat itu? (berseru) Joni!
Novia Met !
Kakek Joni !
Nita Bus !
Joni tergesa membawa empat gelas air dingin, mereka berempat
sama-sama minum
Nita Ganti kalimatmu, Novia.
Kakek Ya,
kalau kau tidak ingin perut kamu kembung oleh air dingin.
Nenek Cari halaman lain yang lebih
lembut kata-katanya.
Novia Ibu, saya cemburu.
Nenek Nah, itu baik. Cemburu itu
suci. Hanya dengan modal itu kaumampu bercinta.
Novia Tapi vita keterlaluan.
Kakek Barangkali cemburu kau yang keterlaluan.
Nita Novia, cemburu pada salah
seorang pasien Vita.
Nenek Novia, rupanya kau beluim menyadari bahwa
usapan tangan seorang dokter lembut dan suci seperti lembut usapan orang-orang
suci atau bahkan nabi. Dokter-dokter bekerja atas tugas suci. Merekalah yang
paling nyata mengamalkan firman-firman Tuhan. Kalau kau mau mengerti para
dokterlah yang paling banyak tahu tentang penderitaan manusia sepanjang
sejarahnya. Merekalah yang berjuang dengan nyata agar kita bisa mengecap hidup
ini bertambah baik.
Kakek Merekalah
menghibur kita, menyembuhkan kita dari segala macam luka yang ditatahkan sang
kala.
Nenek Saya
jadi terharu.
Kakek Kasihan Vita.
Nenek Anak sebaik itu dicurigai.
Kakek Seperti
nabi-nabi yang diludahi oleh umatnya sendiri.
Nenek Kau kejam, Novia Abujahal kau.
Kakek Judas
kau............................
Kakek Betapapun akan saya marahi Vita. Akan saya
katakana bahwa sebagai dokter dia kurang mempertimbangkan kemungkinan effek
psikologis dari permainannya. Apa dia tahu bahwa setiap kali saya harus
mengatur peredaran darah saya sedemikian rupa di depan aquarium sambil
mendengarkan lagu-lagu yang paling lembut agar kesehatan saya terpelihara?
Dengan permainan baru saja, sama dengan dia meledakkan granat di atas batok
kepala saya. Apa dia fakir dia mampu mengobati kalau saya sakit keras? Barang
kali dia lupa bahwa dia dokter muda. Dokter muda jelas baru tahu tentang ilmu
kedokteran seninya. Untuk ia, ia perlu bergaul dengan alam. Banyak tingkah.
Coba……
Novia Pak, Ibu, saya permisi pulang.
Kakek Tanpa
minta maaf? Pulanglah dan bilanglah pada suamimu besok dia harus menghadap
kemari.
Novia Pulang
dulu, bu.
Nenek Jangan lupa semua nasehat ibu.
Novia Ya, bu.
Joni Polisi, Nyonya.
Nita Sebentar, saya ke muka.
Nenek Jangan lupa semua nasehat ibu.
Novia Ya, bu.
Joni Polisi, Nyonya.
Nita Sebentar, saya ke muka.
Jadi konflik eksternal yang
terjadi antara Kakek dan Nenek adalah konflik yang berlatar- belakang
kecemburuan Nenek terhadap Kakek yang dipicu oleh kedatangan janda bernama Nyonya
Wenas, serta adanya peristiwa kaktus dan es susu yang merupakan benda-benda
kesukaan dan kenangan bersama Nyonya Wenas sehingga terjadi konfik
klimaks berupa permintaan cerai Nenek kepada Kakek.
Konflik-konflik yang telah
dijelaskan di atas menjadi sangat menarik karena kecemburuan itu datang bukan
pada saat tokoh Kakek dan tokoh Nenek baru menjalani bahtera rumah tangga,
namun 50 tahun setelah mereka menikah. Sebelum Nyonya Wenas datang, Kakek yang
telah pensiun banyak menghabiskan waktunya di rumah dengan kegiatan yang
rekreatif. Setelah Nyonya Wenas datang, kecemburuan pun timbul dalam hati tokoh
Nenek yang menyebabkan konflik antarpasangan terjadi. Inilah konflik yang
terjadi pada orang lanjut usia yang sedang melakukan penyesuaian dalam sebuah
kehidupan rumah tangga. Ternyata konflik tidak hanya terjadi pada pasangan yang
baru atau beberapa tahun menikah, konflik juga dapat terjadi pada pasangan yang
usia pernikahannya telah mencapai usia 50 tahun.
D. Penutup
Meredith (Nurgiyantoro, 2007:122) menyatakan
bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang terjadi atau dialami
tokoh-tokoh dalam cerita. Salah satu konflik menurut Staton (Nurgiyantoro, 2007:124) adalah konflik eksternal
yaitu konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar
dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Dalam
konflik eksternal naskah drama Pada Suatu
Hari konflik eksternal yang paling menonjol adalah konflik yang disebabkan
adanya kontak sosial antarmanusia.
Konflik eksternal yang
terjadi antara Kakek dan Nenek pada naskah adalah konflik yang berlatar
belakang kecemburuan Nenek terhadap Kakek yang dipicu oleh kedatangan janda
bernama Nyonya Wenas yang dulu adalah mantan kekasih Kakek. Konfik ini juga
ditimbulkan adanya peristiwa kaktus dan es susu yang merupakan benda-benda kesukaan
dan kenangan bersama Nyonya Wenas sehingga terjadi konfik
klimaks berupa permintaan cerai Nenek kepada Kakek. Konflik-konflik
yang telah dijelaskan di atas menjadi sangat menarik karena kecemburuan itu
datang bukan pada saat tokoh Kakek dan tokoh Nenek baru menjalani bahtera rumah
tangga, namun 50 tahun setelah mereka menikah. Ternyata konflik tidak hanya
terjadi pada pasangan yang baru atau beberapa tahun menikah, konflik juga dapat
terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya telah mencapai usia 50 tahun.
Daftar Pustaka
http://skripsi.dagdigdug.com/bab-ii-kajian-pustaka/21-drama/diakses 21 Februari
2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar