Senin, 05 Maret 2012

KAJIAN SASTRA KONFLIK EKSTERNAL ANTARA TOKOH KAKEK DAN NENEK DALAM NASKAH DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C. NOER


KAJIAN SASTRA
KONFLIK EKSTERNAL ANTARA TOKOH KAKEK DAN NENEK DALAM NASKAH  DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C. NOER





 











Kelompok 4
1.       Alfanita Zuraida
2.       Lailatul Rofi’ah K.W.
3.       Hikmah Oky Pravitasari
4.       Inna Hamida Z






PROGRAM KEPENDIDIKAN
DENGAN KEWENANGAN TAMBAHAN (KKT)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2012


KONFLIK EKSTERNAL ANTARA TOKOH KAKEK DAN NENEK DALAM NASKAH DRAMA “PADA SUATU HARI” KARYA ARIFIN C.NOER
A.  Pengantar
Konflik dalam sifat manusia merupakan sumber pokok dari drama”
-Brander Matthews-
Kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh banyak ahli di bidang drama. Menurut Aristoteles, drama adalah tiruan (imitasi) dari action. Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut Dietrich, drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan action pada pentas di hadapan penonton (audience). Sedangkan Nadjid (2009:18) mendefinisikan drama sebagai karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh. Dalam artikel ini, drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh berisi konflik manusia.
Drama merupakan cerita tentang konflik manusia. Kita tidak bisa memahami sebuah drama sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama dirancang untuk penonton dan bergantung pada komunikasi lakon-lakon dalam drama itu sendiri. Jika drama tidak komunikatif, maksud pengarang, pembangun respon emosional tidak akan sampai (Dietrich, 1953:4). Nadjid (2009:18) menyatakan bahwa drama mempunya dua kekhasan yaitu sebagai naskah dan untuk dipentaskan. Artikel ini akan membahas drama sebagai naskah, bukan untuk dipentaskan. Dalam mempelajari naskah drama dilakukan dengan cara mempelajari dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat, atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya.
Dalam sejarah perkembangannya, drama di Indonesia dibagi atas lima periode yaitu periode drama Melayu-Rendah, periode drama Pujangga Baru, periode drama Zaman Jepang, periode drama sesudah kemerdekaan dan periode drama mutakhir. Dalam Periode Melayu-Rendah, penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia. Dalam Periode Drama Zaman Jepang, setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra. Pada Periode Mutakhir, peran Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Dewan Kesenia Jakarta (DKJ) menjadi sangat menonjol karena terjadi pembaharuan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Putu Wijaya, Riantiarno, dan Arifin C. Noer.
Salah satu penulis lakon drama periode mutakhir adalah Arifin C. Noer. Arifin C. Noer merupakan penulis naskah drama juga sutradara yang beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Naskah karyanya, Lampu Neon atau Nenek Tercinta, telah memenangkan sayembara Teater Muslim tahun1987. Saat berkuliah di Universitas Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater Muslim yang dipimpin Mohammad Diponegoro. Ia kemudian hijrah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil pada tahun 1968. Naskah lakon Kapai-Kapai yang ditulis tahun 1970, terpilih sebagai salah satu karya dalam antologi seratus tahun drama Indonesia yang diterbitkan Yayasan Lontar, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Moths. Selain Kapai-kapai, ada beberapa naskah drama yang ditulis pria kelahiran cirebon ini antara lain Kisah Cinta, Matahari di Sebuah Jalan Kecil, dan Pada suatu hari. Pada suatu hari inilah naskah yang akan dibahas dalam artikel ini.
Pada Suatu Hari menceritakan tentang dua orang Kakek dan Nenek yang hidup bahagia di sebuah rumah dengan hanya ditemani Joni, pembantu mereka. Dua anaknya, Novia dan Nita telah berumah tangga dan hidup terpisah dengan mereka. Suatu hari tokoh Nenek marah pada tokoh Kakek karena seorang janda bernama Nyonya Wenas yang ternyata adalah mantan pacar tokoh Kakek. Saat Nyonya Wenas datang, tokoh Joni membuat minuman kesukaan Nyonya Wenas dan mengatakan bahwa tokoh Kakeklah yang telah menceritakan berbagai kesukaan Nyonya Wenas pada tokoh Joni. Melihat dan mendengar hal ini, tokoh Nenek pun marah pada tokoh Kakek. Klimaks konflik ini terjadi ketika Nenek tidak mau menerima penjelasan Kakek tentang hubungannya dengan Nyonya Wenas. Kakek menjelaskan bahwa antara dirinya dengan Nyonya Wenas sudah tidak pernah terjadi apa-apa lagi. Akhirnya, tokoh Nenek ingin bercerai dengan tokoh Kakek.
Penulis memilih drama ini karena konflik dalam drama ini menarik. Konflik rumah tangga ini bukan terjadi pada pasangan yang baru menikah atau menikah selama beberapa tahun, namun ini terjadi pada pasangan yang sudah berusia lanjut dan telah menikah selama 50 tahun. Konflik dalam drama ini juga terlihat lebih hidup karena adanya tokoh Nyonya Wenas yang merupakan pacar Tokoh Kakek pada saat muda.

B.  Konflik dalam Drama
Meredith (Nurgiyantoro, 2007:122) menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami tokoh-tokoh dalam cerita. Yang jika (tokoh-tokoh) itu memiliki kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimba dirinya. Wellek dan Warren (Nurgiyantoro, 2007:122) menjelaskan bahwa konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Konflik artinya dengan demikian, dalam pandangan kehidupan yang normal wajar faktual artinya bukan dalam cerita artinya bukan sesuatu yang menyenangkan (Nurgiyantoro, 2007:122). Jadi konflik adalah pertentangan yang yang terjadi antara tokoh dengan dirinya sendiri, tokoh dengan orang lain, dan tokoh dengan lingkungannya yang sifatnya  tidak menyenangkan.
Nurgiyantoro (2007:123) menyatakan bahwa peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain. Bahkan, konflik pun hakikatnya peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Sebaliknya, karena terjadinya konflik, peristiwa-peristiwa lain dapat bermunculan sebagai akibatnya. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik semakin meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing sampai pada titik puncak disebut klimaks.
Dalam pembagiannya, Staton (Nurgiyantoro, 2007:124) membagi konflik menjadi dua yaitu konflik eksternak dan konflik internal. Penjelasannyasebagai berikut
1.    Konflik eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi dua yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang yang terjadi antara perbenturan tokoh dengan lingkungan alam sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
2.    Konflik Internal
Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri.
Drama dibangun dari konflik, karakter manusia adalah bahan dasarnya. Drama adalah cerita tentang tokoh manusia dalam konflik. Pertunjukan yang dramatis harus menggambarkan kehidupan dari tokoh-tokohnya (Dietrich,1953:25). Tidak ada drama tanpa pelaku, bagaimanapun bentuk dan jenis drama tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam karya sastra selalu diemban atau terjadi atas diri tokoh-tokoh tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut mampu menjalin suatu cerita yang padu disebut tokoh (Maryaeni, 1992:39). Inti sebuah naskah drama terletak pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya. Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakna jika tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakukan untuk memperoleh keinginan atau tujuan hidupnya (Ghazali, 2001:10). Dalam artikel ini, konflik yang akan dibahas adalah konflik eksternal menurut definisi Staton (Nurgiyantoro, 2007:124).
C.  Konflik Eksternal antara Tokoh Kakek dan Nenek dalam Lakon Drama “Pada Suatu Hari” Karya Arifin C.Noer
Menurut Staton (Nurgiyantoro, 2007:124), konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Konflik eksternal dibagi menjadi dua yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang yang terjadi antara perbenturan tokoh dengan lingkungan alam sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Dalam konflik eksternal naskah drama Pada Suatu Hari konflik eksternal yang paling menonjol adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia.
Konflik pertama adalah konflik ringan yang terjadi saat Nenek dan Kakek bersantai di teras. Konflik itu terjadi ketika Nenek tidak mau menyanyi untuk Kakek, sehingga Kakek mengancam dan merajuk. Hal ini dapat dilihat pada dialog nomor 17 sampai 20.
Kakek               Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau menyanyi.
Nenek               Sayang, kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.  Sayang , berhenti kau berfikir tentang hal itu.
Kakek               Mati saya tidak bahagia karena kau tidak mau menyanyi. Ini memang salah saya.
  Tetapi kalau sejak dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat memainkan kau, tentu kau bisa memaafkan segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan, saya kira saya akan menghembuskan nafas saya yang terakhir tatkala kau sedang menyanyikan sebuah lagu ditelinga saya.
Nenek               Sayang saya mohon berhentilah kau berfikir mengenai hal itu. Demi segala-galanya berhentilah. Tersenyumlah lagi seperti biasanya.

Konflik kedua yang terjadi antara Kakek dan Nenek adalah pada saat Nyonya Wenas datang ke rumah Kakek dan Nenek. Nyonya Wenas adalah mantan kekasih Kakek saat muda dulu. Nenek menuduh Kakek mengundang mantan kekasihnya pada ulang tahun pernikahan emas mereka tanpa sepengetahuan Nenek. Hal ini  dapat dilihat pada pada dialog di bagian lima pada nomer 60 -67.
Pesuruh        Ada tamu, Nyonya besar.
Nenek           Siapa?
Pesuruh        Nyonya Wenas, Nyonya.
Nenek          (Melirik pada Kakek ) Nyonya janda itu (kepada pesuruh) Sebentar saya ke depan.Pesuruh exit.
Nenek           Kau surati dia?
Kakek          Tidak.
Nenek           Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek          Saya tidak tahu.
Nenek           Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.

Konflik ketiga terjadi pada bagian sepuluh. Disini, terjadi perang bisu antara Kakek dan Nenek. Konflik semakin meruncing di bagian kesebelas yaitu dibuktikan pada dialog ke 123-121. Kecemburuan Nenek juga dipicu oleh tanaman kaktus yang dipelihara Kakek karena kaktus tersebut merupakan tanaman yang disukai oleh Nyonya Wenas. Berikut adalah dialognya:
SEPULUH         Perang bisu meletus antara Kakek  dan Nenek.
SEBELAS
Kakek                      Kenapa kau diam begitu?
Nenek                       diam saja.
Kakek                      Kenapa kau begitu diam?
Nenek                       Kau juga begitu.
Kakek                      Kenapa?
Nenek                       Kau juga kenapa?
Kakek                      Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata
                                  seru
   Nenek                      Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta kita dengan kaktus-kaktu pacar kau.

Konflik keempat terjadi pada bagian kesebelas pada dialog 142-148. Nenek marah kepada Kakek karena sandiwara Kakek untuk berpura-pura lupa terhadap Nyonya Wenas berlebihan. Padahal, ketika Kakek bertingkah laku sopan, Nenek juga  marah. Sehingga Kakek merasa serba salah harus bertingkah laku seperti apa.
Nenek                      Onda, kita baru saja memesan minuman (menyeret) Tingkahmu berlebihan sehingga memuakkan.
Kakek                      Kausendiri yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura tidak kenal kepada Nyonya itu.
Nenek                       Ya, tapi kau berlebihan. Kau kurang wajar.
Kakek                      Susah. Kalau saya wajar kau marah. Kalau saya berlebihan kau juga marah. Kalau saya jumput di perpustakaan kau juga marah. Saya tidak tahu bagaimana supaya kau tidak marah dan saya tidak mau marah agar kau tidak marah.
Nenek                       Pendeknya berlakulah sedikit agak sopan.
Kakek                      Saya coba.
Nenek                       Kendorkan urat wajahmu.

Konflik kelima terjadi pada dialog nomor 166-170. Konflik ini terjadi ketika Nyonya Wenas memuji kecantikan Nenek. Nenek pun membalas memuji kecantikan Nyonya Wenas, kemudian Kakek mengiyakan pujian kecantikan Nyonya Wenas tersebut sehingga Nenek merasa cemburu. Hal ini ditunjukkan dengan gerakan mata Nenek yang melotot pada Kakek.
Janda                                   Terus terang saya sangat kagum pada Nyonya. Saya tidak pernah melihat Nyonya bertambah tua.
Nenek                       Nyonya berlebihan.
Janda                                   Saya sungguh-sungguh, Nyonya.
Nenek                       Kalau begitu saya pun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Kakek                       Memang (Nenek melotot). Maksud saya, maksud saya ketuaan itu hanya timbul apabila kita merasa tua. Adapun tua itu sendiri hanya hasil dari suatu penjabaran, hanya sayangnya penjabaran tersebut dilakukan oleh waktu, sehingga menyebabkan kurang enak kita terima konsekwensinya.
 
Konflik keenam terjadi ketika Nenek menuduk Kakek telah bersekonggol dengan Joni untuk menghidangkan minuman kesukaan Nyonya Wenas yakni es susu. Kecemburuan ini ditanggapi oleh Kakek dengan tantangan, yakni memanggil Joni sebagai saksi. Bukti konflik ini adalah sebagai berikut;
Nenek                       Bukan fantastis. Tapi memang dia tokoh fantasi kau bahkan sampai saat kau tua (Menangis) Sengaja kau suruh Joni menyiapkan segera minuman kesukaannya begitu dia datang.
Kakek                      Siapa? Saya? Menyuruh Joni? Minuman apa?
Nenek                       Kau menyuruh Joni membuat es susu begitu Nyonya janda itu datang.
Kakek                      Tidak. Saya tidak menyuruh Joni.
Nenek                       Kau lakukan itu ketika saya sedang menemui dia tadi ketika kau menyingkir dari dari sini tadi dan kemudian kau sembunyi ke kamar baca.
Kakek                      Tidak, sayang, dari sini tadi saya langsung ke kamar baca dan kemudian saya asyik membaca mengenai para psikologi. Ketika kau datang tepat saya sampai pada baris-baris mengenai telepati. Saya ingat betul.
Nenek                       Kau bohong.
Kakek                      Kalau tidak percaya kau boleh memanggil Joni (Berseru) J o n i !

Konflik memuncak atau menjadi klimaks terjadi ketika Nenek menangis karena sudah tak tahan lagi dengan kecemburuan yang membakar hatinya. Kakek berusaha membujuk Nenek tapi tangis Nenek semakin keras. Nenek malah semakin merajuk sampai pada titik puncak konflik, Nenek bersikeras meminta cerai kepada Kakek pada hari itu juga. Bukti teks percakapan terdapat pada bagian 13 nomor 232 sampai 275.
TIGA BELAS
          S u n y i .
Nenek                       Berkomplot.
Kakek                      Tidak baik mengada-ada.
Nenek                       Bahkan kau diam-diam memelihara kaktus dalam kakus.
Kakek                      Tidak melulu kaktus tapi beberapa jenis bunga lainnya, juga……
Nenek                       tiba-tiba menangis sangat kerasnya.
Kakek                      Diamlah, sayang. Kalau kau diam saya akan menyanyi lagi. Diamlah. Saya akan menyanyi dua buah lagu sekaligus. Sayang diamlah. Lagi jangan terlalu keras kau menangis nanti kau batuk kalau batuk tenggorokan bisa luka dan suara bisa serak.
Selain itu apa kata anak-anak nanti kalau mereka datang. Sayang. Atau kau mau saya membaca kitab suci? Dongeng? Saya akan membaca bagaimana nabi Nuh melayani singa betina yang bunting, sementara seekor kera sakit enfluensa.
Nenek                       Biarpun kau dukung saya dari sini ke kamar saya tidak akan diam.
Kakek                      Baiklah, saya tidak akan berbuat apa-apa tapi kau mau diam.

Nenek                       Kalau kau tidak berbuat apa-apa saya akan menangis lebih keras lagi.
Kakek                      Tuhanku,kepala saya Cuma satu dan puyeng. Kalau saja saya punya tiga kepala barangkali saya tahu apa yang harus saya perbuat agar kau diam. Tapi kepala saya Cuma stud an tangis kau memenuhi kepala saya dengan sejuta lalat hijau. Tuhan-ku.
Nenek                       Saya akan terus menangis. Biar geledek menyambar saya tetap menangis.
Kakek                      Katakan bidadariku apa yang……..
Nenek                       Saya bukan bidadari.
Kakek                      Katakan malaikat ku.
Nenek                       Saya bukan malaikat!
Kakek                       Katakan dewiku………..
Nenek                       Saya bukan dewi.
Kakek                      Terserah siapa kau tapi katakana………..
Nenek                       Saya istrimu!
Kakek                      Ya, katakan istriku apa yang……..
Nenek                       Saya bukan istrimu!
Kakek                      Tuhan-ku.
Nenek                       Kau kejam. Kau bagaikan patung perunggu dengan hati terbuat dari timah. Kau tidak punya perasaan. Kau nodai percintaan kita dengan perempuan berhati kaktus. Hatimu ular cobra. Kejam! Kejam! Tuhan, masukkan dia ke dalam neraka sampai kukunya hangus.
Kakek                      (Menangis) Doamu jahat.
Nenek                       Biar
Kakek                      Kau ingin saya masuk neraka?
Nenek                       Bukan. Kerak neraka. Neraka paling neraka.
Kakek                      Kau kejam dank Kau sendiri?
Nenek                       Ke sorga.
Kakek                      Kau egoistis.
Nenek                       Biar.
Kakek                      Kenapa kita tidak sama-sama satu tempat?
Nenek                       Tidak sudi.
Kakek                      Kau rupanya ingin kita pisah.
Nenek                       Ya, saya ingin kita pisah tapi kau tidak mengerti.
Nenek                       …..Saya ingin kita cerai.
Kakek                      Cerai?
Nenek                       Ya, cerai. Hari ini juga kita ke pengadilan. Kita cerai.
Kakek                      Sayang, kau harus panjang berfikir untuk sampai ke sana.
Nenek                       Kalau saya panjang fakir saya takut kita nanti tidak jadi cerai.
Kakek                      Tapi kau harus berfikir…..
Nenek                       Dalam soal perceraian tidak perlu fikiran tapi perasaan seperti halnya soal percintaan. Pokoknya kita harus cerai.
Hari ini juga kita harus selesaikan surat-suratnya.
Kakek                      Sekarang sudah terlalu siang dan saya kira kantor-kantor………
Nenek                       Kalau kantor-kantor tutup besokpun jadi, tapi mulai malam ini saya tidak sudi tidur satu kamar bersama kau.
Kau boleh tidur di kamar baca di ata kitab-kitabmu bersama rayap-rayapnya.

Konflik menurun sampai pada tahap penyelesaian adalah ketika Nenek memutuskan  untuk membatalkan meminta cerai kepada Kakek karena salah seorang dari anak mereka yang bernama Novia ternyata sedang mengalami pertengkaran rumah tangga dengan suaminya. Novia meminta cerai kepada suaminya yang berprofesi sebagai seorang dokter karena kecemburuan kepada pasien wanita suaminya. Sebagai seorang ibu, sang Nenek terketuk hatinya untuk mengurungkan keinginannya bercerai dengan Kakek karena sang Nenek ingin memberikan contoh yang baik kepada Novia. Akhirnya Nenek dan Kakek berbaikan dan rumah tangga anak-anaknyapun terselamatkan dari perceraian. Bukti teks tercakapan terdapat pada bagian 20 nomor 372 sampai 445 dan 503 sampai 510.

DUA PULUH
Muncul Nenek dan Kakek .
Nenek   (Menubruk Novia sambil menangis) Novia, sayang, kau jangan suka membaca roman-roman picisan. Kau bisa bayangkan sendiri apa jadinya isi kepalamu dengan roman-roman seperti itu. Dengan membaca cerita-cerita cengeng seperti itu kau sama dengan mengisi usus besarmu dengan minuman keras. Sekali-kali tentu kau boleh, tapi kalau setiap hari kau minum arak sama dengan memperpendek usiamu sendiri.
Nenek    ………….Novia, ibu yakin kau telah terpengaruh roman-roman sampah itu sehingga hidup bagimu tak ubahnya seperti mainan peranan belaka. Bacalah Romeo Juliet. Bacalah tentang kesetiaan cinta, dan singkirkan bacaan yang mengajarkan kebencian dan perceraian. Kau kira perceraian itu jalan cuci?
Kakek   Kau kira kau akan menjadi betina yang jantan kalau kau berhasil bercerai dengan suamimu?
Nenek   Jangan kau sangka perasaanmu dan kecemburuanmu akan menuntun hidupmu kea rah kebahagiaan.
Nita                   Juga jangan lupakan Meli dan Feri.
Kakek   Hanya karena soal cemburu, soal-soal roman picisan rumah tangga kau bongkar? Kenapa tidak kandang ayam saja yang kau bongkar yang sudah jelas sudah tapuh itu?
Nenek   Novia, sayang, tidak satupun kebaikan yang terselip dalam niatmu untuk bercerai dari suamimu. Lagi tidakkah kau dapat membayangkan kembali kebaikan-kebaikan suamimu seperti katamu dulu, ketika kau mendesak ibu agar menerima lamaran? (Novia akan bicara) tidak perlu kau bicara apa-apa.
Kakek    Ya, tidak perlu sebab, kata-kata seru saja yang kau punya sekarang.
Nenek   Kau dalam keadaan marah. Dalam keadaan marah lebih baik orang diam, dan lebih baiklagi kalau kau mau mendengarkan sayan orang lain.
Kakek   Ya, saya kira begitu. Ibumu sebenarnya juga sedang marah tetapi tak sepatahpun kata kata yang diucapkan.
Nenek                Ban ini, kopor-kopor iniapa perlu artinya? Main-main kau sudah keterlaluan.
Novia                 Saya tidak main-main, bu, saya sungguh-sungguh.
Nenek   Lebih jelek lagi (menangis lagi) Tuhanku, apa jadinya nanti kalau kau jadi berpisah dengan Vita yang dulu kau agung-agungkan? Apa jadinya hidupmu?
Nita       Apa jadinya anak-anakmu? Meli dan Feri akan kehausan cinta sebab mereka tidak akan lengkap menerima keutuhan cinta.
Nenek   Fikirkan baik-baik, sayangku. Singkirkan kegelapan yang dibenihkan setan cemburu.
Kakek    Apa kira surat talak itu cek?
Nenek   Tuhanku, limpahilah anak saya dengan cahaya kasih Mu. Novia, tidakkah kau bisa menimba pelajaran dari pengalaman-pengalaman ibu dan ayahmu?
Kakek    Ayah dan ibumu berumah tangga selama setengah abad, tanpa sedikitpun membiarkan setan talak bertelur dalam kamar tidurnya, bahkan tidak dalam dapurnya.
Nenek                Kami bagaikan Adam dan Hawa.
Kakek    Apa kau pernah mendengar Hawa minta talak kepada Adam? Berkacalah kepada ibu dan Ayahmu. Kamilah pasangan abadi dunia dan akhirat.
Nenek                Kami bagaikan Sam Pek dan Eng Tay.
Kakek   Pronocitro dan Roro Mendut.
Nenek                Di sahara kami adalah Leila dan Qais.
Kakek   Kau sendiri tahu betapa setianya Layonsari sampai-sampai ia bunuh diri demi cintanya kepada Jayaprana.
Nenek                Bacalah semua itu, sayang. SEmua itu pusaka Nenek moyang kita yang manjur.
Kakek   Demi menegakkan tiang-tiang rumah tangga kita, berfikir dengan tenang.
Nita       Dan demi kebahagiaan anak kita. Adikku, kau begitu bahagia dengan Meli dan Feri dan papanya Vita kenapa kau sebodoh itu mau memuaskan kebahagiaan itu? Tidakkah kau tahu bahwa diam-diam saya sebagai kakakmu selalu merasa iri karena saya dan suami saya tidak pernah diberkahi anak?
Nenek                Belum. Nita.
Kakek    Kau tidak boleh berkata begitu.
Novia                 Tapi bu.
Nenek                Tidak, jangan bicara.
Kakek   Sekarang kau tidak akan bicara kecualimarah-marah.
Nenek                Marah-marah hanya menghasilkan kerut muka.
Kakek    Ibumu juga tidak suka marah.
Nenek   Sekali-kali tentu saja boleh sekedar olah raga urat muka, tapi kalau terlalu sering bisa membuatpenyakit.
Nita       Dan anak-anakmu, Novia, anak-anakmu? Akan kau biarkan mereka kehausan cinta hanya demi kepuaan amarahmu? Egoistis?
Novia    Saya tidak akan bicara apa-apa, saya hanya akan menjelakan panjang lebar. Duduk perkaranya.
Nenek                Bicaralah.
Kakek   Apa persoalannya.
Nita                   Sudahlah, kita semua sudah mengerti.
Nenek                Biarlah dia jelaskan semua, Nita.
Kakek   Bagaimana kita bisa mengerti tanpa lebih dulu mendengar penjelasannya?
Novia                 Vita mau kawin lagi.
Nita                   Apa kau bilang?
Kakek    Dia bilang apa?
Nenek   Apa kau yakin itu kalimatmu? Saya yakin kalimat itu kau pungut dari salah satu buku picisanmu (berseru) Joni! (tak ada sahutan)
Nita                   Bustam !
Novia                 Memet !
Kakek   Joni!
Joni                   Ya, tuan besar.
Nita                   Air dingin, Bustam!
Novia                 Cepat, Met!
Joni                   Sebentar, nyonya.
Nita                   Permainanmu terlalu kasar, Novia, kalau kau teruskan ibu bisa pingsan.
Novia                 Maksud saya, maksud saya, Vita serong.
Nenek                Dari halaman berapa kau pungut kalimat itu? (berseru) Joni!
Novia                 Met !
Kakek   Joni !
Nita                   Bus !
Joni tergesa membawa empat gelas air dingin, mereka berempat sama-sama minum
Nita                   Ganti kalimatmu, Novia.
Kakek    Ya, kalau kau tidak ingin perut kamu kembung oleh air dingin.
Nenek                Cari halaman lain yang lebih lembut kata-katanya.
Novia                 Ibu, saya cemburu.
Nenek                Nah, itu baik. Cemburu itu suci. Hanya dengan modal itu kaumampu bercinta.
Novia                 Tapi vita keterlaluan.
Kakek    Barangkali cemburu kau yang keterlaluan.
Nita                   Novia, cemburu pada salah seorang pasien Vita.
Nenek   Novia, rupanya kau beluim menyadari bahwa usapan tangan seorang dokter lembut dan suci seperti lembut usapan orang-orang suci atau bahkan nabi. Dokter-dokter bekerja atas tugas suci. Merekalah yang paling nyata mengamalkan firman-firman Tuhan. Kalau kau mau mengerti para dokterlah yang paling banyak tahu tentang penderitaan manusia sepanjang sejarahnya. Merekalah yang berjuang dengan nyata agar kita bisa mengecap hidup ini bertambah baik.
Kakek   Merekalah menghibur kita, menyembuhkan kita dari segala macam luka yang ditatahkan sang kala.
Nenek               Saya jadi terharu.
Kakek   Kasihan Vita.
Nenek                Anak sebaik itu dicurigai.
Kakek   Seperti nabi-nabi yang diludahi oleh umatnya sendiri.
Nenek                Kau kejam, Novia Abujahal kau.
Kakek   Judas kau............................

Kakek    Betapapun akan saya marahi Vita. Akan saya katakana bahwa sebagai dokter dia kurang mempertimbangkan kemungkinan effek psikologis dari permainannya. Apa dia tahu bahwa setiap kali saya harus mengatur peredaran darah saya sedemikian rupa di depan aquarium sambil mendengarkan lagu-lagu yang paling lembut agar kesehatan saya terpelihara? Dengan permainan baru saja, sama dengan dia meledakkan granat di atas batok kepala saya. Apa dia fakir dia mampu mengobati kalau saya sakit keras? Barang kali dia lupa bahwa dia dokter muda. Dokter muda jelas baru tahu tentang ilmu kedokteran seninya. Untuk ia, ia perlu bergaul dengan alam. Banyak tingkah. Coba……
Novia    Pak, Ibu, saya permisi pulang.
Kakek   Tanpa minta maaf? Pulanglah dan bilanglah pada suamimu besok dia harus menghadap kemari.
Novia                Pulang dulu, bu.
Nenek                Jangan lupa semua nasehat ibu.
Novia                 Ya, bu.
Joni                   Polisi, Nyonya.
Nita                   Sebentar, saya ke muka.

Jadi konflik eksternal yang terjadi antara Kakek dan Nenek adalah konflik yang berlatar- belakang kecemburuan Nenek terhadap Kakek yang dipicu oleh kedatangan janda bernama Nyonya Wenas, serta adanya peristiwa kaktus dan es susu yang merupakan benda-benda kesukaan dan kenangan bersama Nyonya Wenas sehingga terjadi konfik klimaks berupa permintaan cerai Nenek kepada Kakek.
Konflik-konflik yang telah dijelaskan di atas menjadi sangat menarik karena kecemburuan itu datang bukan pada saat tokoh Kakek dan tokoh Nenek baru menjalani bahtera rumah tangga, namun 50 tahun setelah mereka menikah. Sebelum Nyonya Wenas datang, Kakek yang telah pensiun banyak menghabiskan waktunya di rumah dengan kegiatan yang rekreatif. Setelah Nyonya Wenas datang, kecemburuan pun timbul dalam hati tokoh Nenek yang menyebabkan konflik antarpasangan terjadi. Inilah konflik yang terjadi pada orang lanjut usia yang sedang melakukan penyesuaian dalam sebuah kehidupan rumah tangga. Ternyata konflik tidak hanya terjadi pada pasangan yang baru atau beberapa tahun menikah, konflik juga dapat terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya telah mencapai usia 50 tahun.
D.  Penutup
Meredith (Nurgiyantoro, 2007:122) menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang terjadi atau dialami tokoh-tokoh dalam cerita. Salah satu konflik menurut Staton (Nurgiyantoro, 2007:124) adalah konflik eksternal yaitu konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau mungkin dengan manusia. Dalam konflik eksternal naskah drama Pada Suatu Hari konflik eksternal yang paling menonjol adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia.
Konflik eksternal yang terjadi antara Kakek dan Nenek pada naskah adalah konflik yang berlatar belakang kecemburuan Nenek terhadap Kakek yang dipicu oleh kedatangan janda bernama Nyonya Wenas yang dulu adalah mantan kekasih Kakek. Konfik ini juga ditimbulkan adanya peristiwa kaktus dan es susu yang merupakan benda-benda kesukaan dan kenangan bersama Nyonya Wenas sehingga terjadi konfik klimaks berupa permintaan cerai Nenek kepada Kakek. Konflik-konflik yang telah dijelaskan di atas menjadi sangat menarik karena kecemburuan itu datang bukan pada saat tokoh Kakek dan tokoh Nenek baru menjalani bahtera rumah tangga, namun 50 tahun setelah mereka menikah. Ternyata konflik tidak hanya terjadi pada pasangan yang baru atau beberapa tahun menikah, konflik juga dapat terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya telah mencapai usia 50 tahun.








Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer


Analisis Unsur Intrinsik dalam Cerpen berjudul "SIH" karya Ajib Purnawan


MAKALAH
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DALAM CERPEN
BERJUDUL “SIH” KARYA AJIB PURNAWAN

Oleh:
Hikmah Oky Pravitasari
KKT A

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Unsur Intrinsik dalam Cerpen Sih Karya Ajib Purnawan” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai dalam mata kuliah keterampilan berbahasa tulis dalam mata kuliah KKT di Universitas Negeri Surabaya.
Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah sudi meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis dalam membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
‘Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna yang tak lain karena keterbatasan kemampuan. Untuk itu, koreksi yang membangun akan penulis terima untuk kesempurnaan.
Akhirnya penulis penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.




Surabaya, 28 Januari 2012
                                                                                                         Penulis

Hikmah Oky Pravitasari

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada dasarnya karya sastra terdiri dari tiga macam, yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama.  Prosa fiksi disebut juga cerita rekaan. Ada beberapa hal yang perlu dipaparkan berkait dengan pembedaan jenis prosa fiksi, yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu cerita pendek (cerpen) dan novel. Menurut Najid cerpen ialah prosa fiksi yang relatif pendek (2009:21). Berbeda dengan novel yang relatif lebih panjang, meskipun demikian sangat mungkin sebuah cerpen bila dilanjutkan akan menjadi sebuah novel. Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Adapun Novel dan cerpen sebagai karya fiksi mempunyai persamaan, keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun. Novel dan cerpen dibangun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Disini kita akan membahas unsur intrinsik dalam cerpen berjudul “SIH” yang bersumber dari Jawa Pos. Unsur intrinsik itu meliputi plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan Masalah pasti selalu ada dalam setiap penelitian atau kegiatan. Hal ini bertujuan agar pembicaraan yang dilakukan dapat mencapai sasaran. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana Plot/alur dari cerpen berjudul “SIH”?
  2. Bagaimana Tema dari cerpen berjudul “SIH”?
  3. Bagaimana setting dari cerpen berjudul “SIH”?
  4. Bagaimana penokohan dari cerpen berjudul “SIH”?
  5. Bagaimana sudut pandang dari cerpen berjudul “SIH”?
1.3  Tujuan
  1. Mendeskripsikan bagaimana Plot/alur dari cerpen berjudul “SIH”?
  2. Mendeskripsikan bagaimana Tema dari cerpen berjudul “SIH”?
  3. Mendeskripsikan bagaimana setting dari cerpen berjudul “SIH”?
  4. Mendeskripsikan bagaimana penokohan dari cerpen berjudul “SIH”?
  5. Mendeskripsikan bagaimana sudut pandang dari cerpen berjudul “SIH”?
1.4  Manfaat
Hasil makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
  1. Manfaat Teorotis
Makalah ini diharapkan memberi sumbangan bagi peminat karya sastra
  1. Manfaat Praktis
Secara praktis makalah ini memberikan manfaat sebagai berikut:
a.       Meningkatkan minat baca peminat sastra
b.      Meningkatkan daya kepekaan terhadap karya sastra
c.       Mendapatkan tambahan informasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1  Tema
Menariknya sebuah cerita tentunya tidak lepas dari tema. Tema sering disebut sebagai dasar cerita. Tema pada dasarnya adalah permasalahan pokok yang ingin dipecahkan oleh pengarang.  Menurut Aminudin, Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya (2010:91). Sehingga karya fiksi tesebut begitu menarik untuk pembaca.  Dalam cerpen keberadaan tema ada yang tersurat dan tersirat. Tema tersurat yaitu tema yang dinyatakan pengarangnya. Sedangkan tema tersirat yaitu tema yang tersebar di seluruh isi cerita. Tema terbagi menjadi dua jenis, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu, sedangkan tema minor yaitu makna yang terdapat pada bagian tertentu cerita (Nurgiyantoro, 1994:83)
2.2  Plot (alur)
Alur menurut Najid (2009:25) diartikan jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linier atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu dan bulat dalan suatu prosa fiksi. Aminudin menyebutkan, alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan pelaku cerita (2010:82). Jadi alur merupakan rangkaian sebuah cerita yang terjalin dari awal sampai akhir. Susunan alur terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut.
a.       Bagian awal, di awal cerita terjadi perkenalan tokoh, latar, penciptaan suasana yang berisi informasi penting yang terkait dengan hal-hal yang diceritakan pada tahapan berikutnya.
b.      Bagian tengah, bagian ini melibatkan adanya konflik yang mulai muncul. Pada bagian ini tokoh, peristiwa, konflik, tema, makna cerita dan yang lain diceritakan. Pada bagian ini konflik terlihat lebih jelas dari sebelumnya
c.       Bagian akhir, bagian akhrir adalah tahap peleraian atau kesesudahan cerita. Berbagai jawaban atas berbagai persoalan yang dimunculkan pada cerita telah terlihat alternatif penyelesaiannya. Adapun akhir cerita bisa menyenangkan (happy ending) maupun menyedihkan (sad ending).
Berdasarkan proses penyusunan alur dapar dibedakan menjadi dua:
a.       Alur lurus, yaitu sebuah cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir secara kronologis.
b.      Alur sorot balik (flashback), yaitu suatu cerita yang tidak diceritakan secara berurutan.
2.3  Setting (latar)
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Najid menyebutkan bahwa penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi disebut latar (2009:209). Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.
a.       Latar Tempat yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1994:226)
Misalnya: Magelang, Bekasi, hutan.
b.      Latar waktu, latar waktu menceritakan hubungan masalah kapan terjadinya peristiwa yang dikerjakan dalam karya fiksi. Pembaca dapat memahami isi cerita dengan mencoba masuk ke dalam suasana cerita.
c.       Latar Sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat pada cerita tersebut. Tata cara perilaku kehidupan masyarakat dalam cerita bisa diungkap dengan cukup kompleks memalui latar sosial.
Misalnya: kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap.
2.4  Penokohan
Suatu peristiwa dalam sebuah cerita selalu didukung oleh sejumlah tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Dengan adanya penokohan sebuah cerita menjadi lebih nyata dan lebih hidup.
“Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20) dalam Nurgiyantoro (1994:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan”.
Jadi, yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. Berdasarkan karakternya tokoh dibedakan menjadi dua:
a.       Tokoh sederhana (simple, flat character) yaitu tokoh yang kurang mewakili personalitas manusia dan biasanya hanya ditonjolkan dalan satu dimensi saja. Tokoh ini cenderung tidak dikembangkan.
b.      Tokoh kompleks (complex, Round character) yaitu tokoh yang dapat dilihat dari semua sisi kehidupannya. Tokoh seperti ini kemungkinan bisa berkembang karena memiliki kepribadian yang kompleks.
Berdasarkan fungsi penampilan tokohnya dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis:
a.       Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, kadang kita sebut hero, tokoh yang merupakan pengejawatan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (altenbernd & alewis, 1996:59) dalam (Nurgiyantoro, 1994: 178). Jadi tokoh protagonis adalah tokoh yang sesuai dengan pandangan kita.
b.      Tokoh antagonis adalah tokoh yang sering memunculkan konflik. Tokoh antagonis dapat disebut, sering beroposisi dengan tokoh protagonis secar langsung maupun tak langsung.
2.5  Sudut Pandang
Keberadaan sudut pandang sangatlah penting dalam sebuah karya sastra, terutama dalam sebuah cerita. Yang dimaksud dengan sudut pandang yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah, pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita iu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita. Menurut Aminudin sudut pandang yaitu cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan (2010:91). Jadi seolah-olah pengarang adalah seorang nahkoda kapal yang siap memberangkatkan penumpangnya. Dalam menampilkan cerita, pengarang dapat berposisi berbeda- beda. Beberapa jenis sudut pandang yaitu:
a.       Pencerita sebagai pelaku utama. Contoh ; aku
b.      Pencerita sebagai pelaku tetapi bukan sebagai pelaku utama, dengan kata lain cerita tersebut adalah kisah orang lain tetapi pencerita masih terlibat
c.       Pencerita serba hadir.
d.      Pencerita sebagai peninjau.
BAB III
PEMBAHASAN
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, latar, alur, penokohan, serta sudut pandang. Kelima unsur yang terdapat dalam cerpen.
3.1 Tema
Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema atau pokok persoalan cerpen “Sih” terbagi menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor
  1. Tema mayor  pada cerpen “Sih” yaitu tentang kepolosan seorang janda bernama Sih. Hal ini dapat dibuktikan pada paragraf.
“Polos, lugu, jujur, namun tumpul, seperti ketika ia membalas kedipan mata To. Tak paham artinya, tak tahu maksud kedatangan To juga. Lalu, ia mendekat dan duduk berhadapan dengan lelaki yang masih basah kuyup itu.”
Kemudian pada paragraf berikutnya ditegaskan kembali
“Seorang sih memang sungguh-sungguh tak mengerti makna dosa, tak tahu arti neraka. Sebab sedari kecil ia senantiasa bekerja, melakukam sesuatu untuk mendapatkan upah, menjual barang akan mendapatkan uang. Orang tua sih juga tak memperkenankan anaknya sekolah, takut menjadi orang yang tak jujur.”
Persoalannya terletak pada Sih yang sangat lugu dan polos dan tidak tahu menahu arti sebuah dosa, sehingga dia rela melakukan apa saja yang diperintahkan asal dia bisa makan dan mendapatkan satu kuintal padi. Diapun tak merasa berdosa karena tak seorangpun mengajarkan kepadanya arti sebuah dosa, bahkanpara tetanggapun tak pernah mendidiknya karena mereka menganggap Sih hanya sebuah kayu bakar, karena pekerjaanya sehari-hari adalah seorang tukang pencari kayu di hutan. Hal ini terletak pada paragraf.
” Para tetangga juga tak mendidiknya. Sih adalah kayu bakar. Jika butuh memasak, barulah mereka ke rumah Sih, sebatas membeli kayu lalu pulang. Begitu pula dengan Sih tak pernah merumpi dengan para ibu. Ia tahu hidup untuk bekerja, hidup tak untuk bicara saja, itu pesan orang tua Sih.”
Sedari kecil Sih dididik oleh orang tuanya hanya untuk bekerja tanpa sekolah sehingga dengan mendapatkan upah dia merasa itu sebuah harga dari jerih payahnya. Dan lelaki yang datang ke rumahnya menawarkan sebuah imbalan satu kuintal beras, tentu bagi Sih itu adalah imbalan yang cukup besar karena dia taidak tahu-menahu arti sebuah dosa.
  1. Tema Minor, yaitu tema sampingan. Tema minor dalam cerpen Sih yaitu kebodohan dan kemiskinan. Hal ini dapat ditunjaukkan pada paragraf kelima.
“Ia memang perempuan yang tak pernah makan bangku sekolah. Kata orang-orang uang kertas dalam kepalanya berakhir diangka sepuluh ribu. Dua puluh rubu? Lima puluh ribu? Seratus ribu?” itupun bukanlah uang hanya kertas yang tidak laku.’ Katanya.”
Hal ini menukjukkan bahwa dia tidak terlalu mementingkan nilai uang akibat ketumpulannya. Hidupnya hanya digunakan untuk bekerja dan bekerja. Kemiskinan juga ditunjukkan dengan kelakuannya dia yang selalu menjual apa saja yang dimilikinya demi kelangsungan hidupnya. Hal ini ada di paragraf kesepuluh yaitu.
“sambil duduk, Sih masih belum paham, kemana emas dan uang. Meski ia sadar semuanya telah menjadi pembungkus tulang ditubuhnya.


3.2 Plot (Alur)
Berdasarkan proses penyusunan alur dapar dibedakan menjadi dua:
a.       Alur lurus, yaitu sebuah cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir secara kronologis.
b.      Alur sorot balik (flashback), yaitu suatu cerita yang tidak diceritakan secara berurutan.
Dalam cerpen “Sih” alur yang digunakan yaitu alur lurus. Disini diceritakan kejadian awalnya sih mencari kayu bakar dan bertemu dengan beberapa lelaki di desanya sampai akhirnya terjadilah konflik antara Sih dengan para lelaki desa dan akibat perbuatan lelaki desa terhadap Sih dan penyelesaian masalah ole Kamituwa sesepuh desa.

Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut.
Bagian Awal
Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang Sih sebagai seorang pencari kayu bakar.
”  Langkahnya pasti berangkat sebelum subuh ke hutan jati. Rombongan kayu yang dulu ramai, kini tinggal Sih sendiri. Langka-langkah yang biasa didahului kawan pengumpul kayu jati dengan hember tua, gazelle tua, dan vesting keluaran RRT yang mereka naiki. Sih tidak punya karena tak kuasa membeli.”
Bagian tengah
            Pada bagian ini awal mulai muncul konflik terjadi dengan datangnya lelaki desa bernama To yang masuk kerumah sih dengan menawarkan sebuah janji untuk memberi Sih satu kuintal padi jika masa panen tiba dua bulan lagi.
“Satu kuintal padi akan kuantar kerumah ini, musim panen dua bulan lagi,” To berbicara seperti itu sambil menarik tangan Sih dan membawanya ke sebuah bilik ranjang yang disekat dengan anyaman bambu berpintu kain kelambu.
Dan ternyata konflik itu bermula karena To memberitahu teman-temannya tentang Sih, maka para lelaki itupun datang ke rumah Sih dengan menawarkan janji memberi Sih satu kuintal padi. Sampai akhirnya Sih pun hamil dan tak menyadari itu adalah akibat dari perbutan para lelaki desa itu.
Bagian Akhir
Pada bagian ini terjadi penyelesaian masalah oleh pemimpin desa yaitu seorang kamituwa. Beliau mencari keadilan dan pertanggungkawaban dari ketiga lelaki yang telah menghamili sih. Pertanyaan yang diajukan oleh kamituwa kepada ketiga lelaki itu yaitu:
“Apakah kalian bertiga?” suara Kamituwa parau. Hanya To yang mengangguk, Basu menggeleng marah dan membentak Kamituwa, sedangkan man malah menangis.

3.3 Setting (latar)
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.
Latar Tempat dan waktu
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti di hutan. Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :
“Langkahnya pasti berangkat sebelum subuh ke hutan jati..... Ia pulang ketika matahari menyinari dahi.”
Selain itu disebutkan pula di sebuah rumah Sih dan jelas waktu itu petang hari.
“ ia masih ingat siapa pria di depannya meski hari mulai petang dan lampu bohlam lima watt tak begitu menyala terang..... to pria yang datang diwaktu hujan, adalah orang pertama yang sudi masuk ke rumah Sih. Ia adalah tetangga RT. 
Selain itu disebutkan pula terjadinya musyawarah pada malam hari di rumah kamituwa.
“ Musyawarah pada malam hari ini akan diawali dengan pengakuan Sih” ujar kamituwa di tengah warga kampung. Acara malam itu memang heboh.”
            Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
Dilihat dari nama-nama tokoh sudah jelas bahwasannya semua itu terjadi di sebuah kehidupan di pedesaan. Mata pencarian penduduk di desa itu umumnya adalah pencari kayu bakar, tetapi seiring berkembangnya zaman maka pencari kayu itupun semakin lama semakin sedikit. Di jelaskan pada paragraf.
”  Langkahnya pasti berangkat sebelum subuh ke hutan jati. Rombongan kayu yang dulu ramai, kini tinggal Sih sendiri. Langka-langkah yang biasa didahului kawan pengumpul kayu jati dengan hember tua, gazelle tua, dan vesting keluaran RRT yang mereka naiki. Sih tidak punya karena tak kuasa membeli.”
Selain itu mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani
“Sih keluar rumah, bertanya pada Wo Min yang kebetulan membawa dua sak padi di atas sepedanya. Jawaban yang Sih terima belum baru beberapa sawah. Seminggu lagi panen besar.
Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat di desa itu sebagian besar mata pencariannya sebagai petani. Selain itu hal ini terjadi di sebagian besar daerah yang masih jauh dari jangkauan kota dan masyarakatnya masih sangat tradisional karena masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.
3.4 Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya.
  1. Tokoh Sih
Tokoh Sih disini berperan sebagai tokoh Protagonis yang cenderung sering muncul dan dominan dalam sebuah cerita. Selain itu, tokoh sih disini yaitu tokoh kompleks (complex, Round character) yaitu tokoh yang dapat dilihat dari semua sisi kehidupannya. Dijelaskan jika tokoh Sih itu adalah seorang wanita desa yang sangat lugu, polos, jujur namun tumpul karena dia tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali karena orang tuanya tidak pernah memperkenalkannya dalam dunia pendidikan. Datanya sebagai berikut.
“Polos, lugu, jujur, namun tumpul, seperti ketika ia membalas kedipan mata To. Tak paham artinya, tak tahu maksud kedatangan To juga. Lalu, ia mendekat dan duduk berhadapan dengan lelaki yang masih basah kuyup itu.”
            Selain itu ditegaskan pula pada paragraf berikutnya
“Seorang sih memang sungguh-sungguh tak mengerti makna dosa, tak tahu arti neraka. Sebab sedari kecil ia senantiasa bekerja, melakukam sesuatu untuk mendapatkan upah, menjual barang akan mendapatkan uang. Orang tua sih juga tak memperkenankan anaknya sekolah, takut menjadi orang yang tak jujur.”
            Keluguan dan kepolosannya dapat ditunjukkan dalam kalimat
“ Ia akan memberiku satu kuintal. Dulu suamiku tak memberi apa-apa,” batin Sih suatu siang. Sejak itu berkali-kali To datang ke rumah Sih. Terkadang dua hari sekali, sekali seminggu, asal lingkungan sepi.”
Dijelaskan disini dia tidak mengerti apa-apa tentang arti sebuah dosa. Dia benar-benar seorang yang jujur dan kepolosannya telah membawa dia pada kesengsaraan akibat tipuan para lelaki yang tidak bertanggung jawab karena dia tidak pernah paham tentang etika perselingkuhan, buktinya yaitu:
“Sih tak tahu etika itu. Sih tak tahu cara berbohong. Umpatan yang ia terimah dari istri To ia anggap ocehan burung petet. Namun makian dan tamparan yang datang dari To beberapa saat kemuadian membuatnya linglung. Sih benar-benar tidak paham etika pangkal paha.”
  1. Tokoh To
Tokoh To adalah Tokoh antagonis. Tokoh ini juga sebagai tokoh yang memunculkan awal konflik. Tokoh To adalah tokoh yang tak bertanggung jawab. Karena memberikan janji kepada seorang Janda Sih dengan imbalan satu kuintal padi demi urusan pangkal paha dan demi memuaskan nafsunya saja.
”To berbicara seperti itu sambil menarik tangan Sih, membawanya kesebuah bilik ranjang yang disekat dengan anyaman bambu berpintu kain kelambu. “
Sikap tak bertanggung jawab To bisa ditunjukkan dengan ingkarnya janji terhadap Sih atas satu kuintal padi yang telah dijanjikannya terhadap sih. Hal ini menunjukkan bahwa sikap To tak bertanggung Jawab atas perbuatannya.
  1. Tokoh Kamituwa
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini. Tokoh ini muncul di akhir cerita sebagai pelerai sebuah masalah karena dia adalah seorang pemimpin desa yang bijaksana dan bertanggung jawab. Hal ini dapat ditunjukkan dalam kalimat.
“Penuhi janji kalian terhadap sih sekarang juga........ Kamituwa menyuruh semua orang untuk diam. Ia melihat Sih, lalu menyapu tiga wajah laki-laki terhukum dengan mata yang dibuat bijaksana,’ kalian bertiga adalah ayahnya, biayai persalinan Sih.” Aku yang akan membesarkan bayi di perut ini,” tutup kamituwa.
Hal ini menunjukkan bahwa Kamituwa adalah seorang pemimpin yang bijaksana serta bertanggung jawab.
  1. Tokoh Sampingan
Tokoh sampingan yaitu tokoh yang kemunculannya hanyalah minoritas, seperti Man dan basu pria bercucu beranak satu yang mengikuti jejak To. Disini mereka diceritakan hanya sebagian saja tidak menyeluruh. Selain itu pada awal cerita diceritakan pula bahwa anak-anak sih sudah merantau dan si bungsu Wo Imah yang bernasib mujur telah diadopsi oleh seorang yang kaya. Ada pula seorang istri To yang kemunculannya di munculkan di akhir cerita. Disini mereka tidak disebutkan secara lebih jelas karena kemunculannya hanyalah sebagai penjelas tokoh – tokoh sentral saja.
3.5 Sudut Pandang
Dalam cerpen “Sih” Pencerita mengisahkan cerita yang mepergunakan sudut pandang pesona ketiga. Pencerita memakai nama orang lain atau “dia”. Menurut Nurgiyantoro narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh- tokoh cerita yang menyebut nama atau kata gantinya (1994:256). Dalam paragraf pertama pencerita sudah memperkenalkan Tokoh utama yaitu Sih.
“Setumpuk bibir mneyunggingkan senyum. Sih puas dengan jerih payahnya setiap pagi. Ia hanya tidak puas pada derita jiwa yang masih dikekang raga.”














BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cerpen yang berjuduk “Sih” karya Ajib Purnawan ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut.
Unsur-unsur Intrinsik
  1. Tema
Tema cerpen ada dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor pada cerpen ini yaitu ini adalah kepolosan seorang janda yang bernama Sih. Sedangkan tema minornya yaitu tema tentang kemiskinan dan kebodohan.
  1. Plot (alur)
Alur dalam cerita ini adalah alur lurus yaitu sebuah cerita yang diceritakan dari awal sampai akhir secara kronologis
  1. Setting (latar)
Latar tempat dan waktu dalam cerpen ini disebutkandi hutan menjelang subuh sampai menjelang siang, di rumah pada siang hari dan di rumah kamituwa pada malam hari.
  1. Penokohan
Tokoh kompleks dalam cerpen ini ada tiga orang. Mereka adalah Sih, To dan Kamituwa
1)      Tokoh Sih adalah seorang yang lugu, jujur, polos namun tumpul dan tidak tahu arti sebuah dosa.
2)      Tokoh To berwatak keras dan tak bertanggung jawab
3)      Tokoh Kamituwa adalah tokoh yang bijaksana dan bertanggung jawab
  1. Sudut Pandang
Pengarang atau pencerita menggunakan sudut pandang orang ketiga. Pengarang menggunakan nama orang lain sebagai tokoh utama.
.           Berdasarkan uraian di atas, maka cerpen  Sih adalah cerpen yang menarik karena pengarang menceritakan kehidupan sosial yang sering terjadi dalam masyarakat pada umumnya. Selain itu konflik psikologis yang dimunculkan umumnya terjadi dalam realitas kehidupan di pedesaan yang secara ekonomi masih sangat sulit dan tidak semudah menggerakkan roda perekonomian yang sering terjadi di kota – kota besar.









DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Najid, M. 2009. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajdah MadaUniversity Press